Friday, November 27, 2015

AKU EKSISTENSIALIS

Aku lahir di dunia,

Aku telah menjadi,

Aku telah meng-ada,

Aku datang dengan fenomena,

Aku menjadi tumbuh dan besar,

Aku melompat dan sebagian dari badankumelompat,

Aku membuat badanku melompat,

Aku melompat dari satu titik menuju titik 
yang lain,

Aku melompat dari tempatku, 

Aku melompat dari tempatku menuju 
tempat lainnya,

Aku harus melompat, aku mesti dapat 
melompat,

Aku melompati dan melewati lidahku,

Aku memiliki persepsi, 

Aku mulai mendefinisikan diriku,

Aku menjerit dan aku berbicara,

Aku mulai mendengarkan keributan, 

Aku mencoba memilah keributan,

Aku membuat keributan,

Aku mengeluarkan suara keributan,

Aku mengeluarkan melodi,

Aku berhasil membuat melodi dan 
membuat keributan,

Aku berhasil berbicara,

Aku berhasil menjerit, 

Aku berhasil diam.

Aku memandang,

Aku melihat lagi pandangan-pandangan itu,

Aku menemukan kesadaran, 

Aku lebih memahami lagi sesuatu yang 
aku lihat sebelumnya,

Aku lebih memahami pandangan-pandangan itu,

Aku mempersepsi,

Aku mempersepsi lagi persepsi-persepsi yang telah dipersepsi,

Aku telah memiliki kesadaran,

Aku lebih memahami lagi sesuatu yang 
telah dipersepsi,

Aku mulai belajar, 

Aku mulai memahami kata-kata,

Aku mulai memahami kata-kata kerja,

Aku mulai memahami kalimat-kalimat telah dan sedang,

Aku mulai memahami nama-nama benda,

Aku mulai memahami tunggal dan jamak, 

Aku mulai memahami kalimat ‘orang 
ketiga’,

Aku bisa memilah disini dan disana,

Aku mulai memahami waktu dengan 
isyarat,

Aku mulai membedakan kata sifat,

Aku mulai memahami perbedaan baik dan buruk,

Aku mulai memahami kepemilikan,

Aku mulai memahami milikku,

Aku mulai membedakan milikmu,

Aku mulai merangkai realitas diriku,

Aku mulai bertanggung jawab atas 
pernyataan-pernyataanku,

Aku telah menjadi relasi-relasi dari pernyataanku,

Aku telah menjadi objek dari 
pernyataanku,

Aku mulai bertanggung jawab atas relasi-relasi tersebut,

Aku telah berubah menjadi terbuka atau 
tertutupnya mulutku,

Aku telah berubah menjadi sebuah rangkaian keangkuhan alfabet,

Aku hidup dalam kurun waktu tertentu,

Aku mulai berpikir tentang awal dan akhir,

Aku mulai berpikir tentang diriku, 

Aku mulai berpikir tentang orang lain,

Aku mulai keluar dari tabiat,

Aku telah menjadi, 

Aku bukan lagi tabiat,

Aku telah memiliki pilihan,

Aku mulai memahami bahwa engkau
bukan diriku,

Aku mulai bisa menjelaskan pilihanku,

Aku mulai bisa mendiamkan pillihanku,

Aku mampu menginginkan sesuatu,

Aku mampu tidak menginginkan sesuatu,

Aku telah menjadi,

Aku mulai bertanggung jawab,

Aku mampu makan dengan tanganku 
sendiri,

Aku mampu tidak lagi mengotori badanku,

Aku telah mampu mendengarkan nasehatorang lain,

Aku telah mampu menghindar dari 
keburukan-keburukan,

Aku telah mampu membedakan antara 
panas dan dingin,

Aku mampu untuk tidak bermain-main lagi,

Aku mampu memilah antara baik dan 
buruk,

Aku berusaha melakukan sesuai dengan 
permainan yang disepakati,

Aku bertanggungjawab agar tidak lari dari kesepakatan,

Aku mampu tidak melakukan sesuatu dari yang tidak disepakati,

Aku mampu menjauh dari apa yang tidak disepakati,

Aku suatu ketika mampu tidak melakukan dosa,

Aku suatu ketika mampu melewati batas-batas yang disepakati,

Aku suatu ketika patuh dalam pekerjaan,

Aku suatu ketika tak patuh dalam 
pekerjaan,

Aku telah menjadi, 

Aku telah bertanggungjawab, 

Aku menjadi penyebab,

Aku terpaksa membayar pilihan-pilihanku,

Aku terpaksa membayar pilihan-pilihan masa laluku,

Aku terpaksa membayar waktuku,

Aku baru saja menginjakkan kakiku 
diwaktu ini,

Keniscayaan ruang dan waktu mana yang aku langgar,

Keniscayaan kaidah logika mana yang aku langgar,

Keniscayaan rahasia mana yang aku 
langgar,

Akal sehat manakah yang aku langgar,

Kaidah-kaidah keabadian eksistensi mana yang 
aku langgar,

Kaidah cinta mana yang pernah aku 
langgar,

Kaidah permainan mana yang pernah aku langgar,

Kaidah keindahan mana yang pernah aku
 langgar,

Kaidah seni mana yang aku langgar,

Kaidah diam dan kebebasan mana yang 
aku langgar,

Apakah kaidah, logika, cinta, rahasia, 
permainan, keindahan, seni, diam, 
kebebasan, ruang dan waktu pernah aku
 langgar?

Aku telah melakukan,

Aku menghindar untuk melakukan,

Aku menunjukkan eksistensiku, 

Aku dengan pikiran menunjukkan 
eksistensiku,

Aku dengan bahasa aku tunjukkan
eksistensiku,

Aku menyatakan wujudku sendiri,

Aku menyatakan wujudku pada yang lain,

Aku menyatakan wujudku kepada ILahi,

Aku pergi,

Aku pergi dengan tujuan,

Aku pergi dengan tujuan walau tak 
mengerti tujuan itu apa,

Aku pergi tanpa tujuan,

Aku pergi dengan arah walau tanpa tujuan,

Aku adalah tujuan,

Aku memikirkan yang orang lain 
membicarakannya,

Aku membicarakan yang orang lain 
memikirkannya,

Aku seharusnya berbicara keras namun 
aku berbisik,

Aku seharusnya berbisik namun aku teriak,

Aku berbicara pada orang dimana 
berbicara padanya adalah keburukan,

Aku mengucapkan salam dimana ucapan salam padanya adalah pengkhianatan.

Karya Muhammad Nur Jabir

*puisi ini dibacakan pada peringatan Hari Filsafat Dunia di kampus Paramadina, 28 Nov 2015

Thursday, November 5, 2015

Bahasa dan Persoalan Kontradiksi

Pembahasan kali ini adalah hasil dari perdebatan sesama penghuni di Grup Telegram "Dialektika Pemikiran". Grup ini akan melaksanakan kajian tiap malam jumat. Malam jumat kemarin 5-11-2015 membahas mengenai bahasa dan persoalan-persoalan ketiadaan seperti kontradiksi.  Berikut ini beberapa hasil diskusi yang sempat kami edit;

1) Persoalan bahasa dalam logika tidak sama dengan pembahasan bahasa dalam filsafat.
namun struktur pembahasan bahasa dalam logika menjadi landasan pembahasan dan mempengaruhi pembahasan bahasa dalam filsafat khususnya dalam filsafat islam.

2) dalam epistemologi islam biasanya dijelaskan tiga relasi segitiga yang saling berkaitan antara objek eksternal, gambaran atau makna, dan bahasa. Relasi antara makna dengan objek eksternal sifatnya niscaya dan hakiki. Sedangkan hubungan antara bahasa dengan objek realitas eksternal beserta makna bersifat iktibari. Maksud dari iktibari disini yaitu dalam pengertian kesepakatan atau kontruksi mental.
Yang berarti tidak ada hubungan logis atau tak ada hubungan niscaya antara bahasa dan objek eksternal.

contohnya air eksternal bisa dibahasakan dalam berbagai bahasa; water, air, je'ne, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan hubungan diantaranya tidak niscaya akan tetapi iktibari. Namun antara air eksternal dgn maknanya adalah hubungan niscaya dan tetap.

Iktibari maksudnya bergantung kepada konstruksi mental kita. Sesuatu itu ada dan tidak adanya bergantung kepada konstruksi mental manusia. Sedangkan hakikat tidak bergantung kepada konstruksi mental kita, sesuatu itu ada dan tak ada, tidak bergantung pada kontruksi mental kita seperti gunung, pohon, lautan, yang ada di alam eksternal.

3) Hubungan antara bahasa dan filsafat sangat erat. Tanpa bahasa filsafat tak akan ada, karena itu bahasa memiliki peran penting dalam menjelaskan filsafat
sekaligus menjelaskan bagaimana hubungan antara bahasa dengan berpikir atau tafakkur hubungannya dengan bahasa.

4) Pembahasan selanjutnya terkait dengan persoalan kontradiksi. Pertanyaannya apa yang menyebabkan kita dapat membuat proposisi yang bersifat kontradiksi, misalnya segitiga bersisi empat, sedangkan di mental kita tidak menemukan contoh tersebut ?
Mental kita memiliki kekuatan yang luar biasa karena mampu mengasumsikan yang tak ada. Tiada diasumsikan keberadaannya sehingga terlihat ada di mental kita. Dalam diri manusia terdapat satu fakultas yang disebut dgn mutakhayyilah (creative imajination) yg mampu menghubungkan antara satu konsep dgn konsep lainnya
dan karena alam imajinasi tak terbatas maka potensi creative imajinasi kita pun senantiasa berkreasi tanpa batas, misalnya menghubungkan sesuatu yg bertentangan.

Namun mesti dipahami kontradiksi tidak ada di mental dan tidak ada di eksternal, tapi hanya ada di mafhum (konsep) saja.
konsep lebih umum dari mental dan eksternal. karena dalam filsafat Sadra, mental masih bagian dari gradasi eksistensi sehingga disebut dengan 'wujud zihni'.

Dalam kata lain, kontradiksi tidak berasal dari eksternal dan juga tidak berasal dari mental. Kontradiksi hanya konsep semata yang tidak memiliki akar realitas sama sekali, baik di mental maupun di eksternal.

Oleh karena itu mesti dipahami bahwa konsep-konsep dibenak kita tidak memiliki derajat yang sama, sebagian memiliki akar di alam eksternal, sebagian di mental, dan sebagiannya hanya kontruksi kita saja tanpa punya pijakan apapun, baik eksternal maupun internal.

5) lalu bagaimana kita bisa memiliki konsep kontradiksi?

konsep kontradiksi atau yang lebih luas lagi konsep-konsep yang terkait dengan ketiadaan berangkat dari sebuah pengasumsian (tsubut) bahwa ketiadaan seperti kontradiksi diasumsikan keberadaannya dan berdasarkan asumsi tersebut dibangunlah hukum-hukum dan kaidah-kaidah yg terkait dengan ketiadaan.

6) Bagaimana pertama kali mental kita menangkap ketiadaan?
Mental kita mengasumsikan keberadaan sesuatu terkadang melalui lawan dari suatu konsep tertentu, misalnya setelah menangkap konsep 'ada', secara otomatis benak kita menangkap lawannya yaitu tiada, kemudian dari konsep tiada tersebut, benak kita mengasumsikan keberadaannya, setelah itu barulah akal menjelaskan kaidah-kaidah yang terkait dengan tiada. Jadi hal-hal yg tiada, imajinasi kita memberikan asumsi keberadaannya.

karena itu dalam epistemologi islam, mental memiliki beragam fungsi; selain menangkap hakikat-hakikat eksternal, kerja lainnya memberikan asumsi keberadaan pada hal-hal yang tiada.

Oleh karena itu, ketiadaan tak ada di realitas eksternal, dan juga tak ada di mental, namun mental kita mampu mengasumsikan keberadaannya sehingga kita bisa mendiskusikannya dan membahasnya. Jadi keberadaannya adalah keberadaan yang diasumsikan saja.

Dengan demikian, berkat mental, kita bisa berdiskusi tentang sesuatu yang tidak memiliki misdak di alam eksternal.

Mengasumsikan disini dalam pengertian memberikan tsubut (atau membuat relasi subjek predikat, misalnya tiada adalah ada, maksudnya mental kita mengasumsikan keberadaannya
dalam konsep hingga diturunkan dalam bentuk proposisi).

Maksud dari asumsi disini adalah penetapan (tsubut), maksudnya mental kita mengasumsikan keberadaannya, sebab tiada adalah tiada, tak punya pijakan realitas, baik eksternal maupun internal. karena itu mental kita mengasumsikan keberadaan tiada atau memberikan penetapan padanya (tsubut). Jadi di mental, tiada menjadi ada dan berkat mental kita yang memberikan (tsubut) penetapan.

Dalam kata lain, kekuatan mental kita mampu memberikan tsubut dan mengasumsikan tiada adalah ada. sehingga memiliki subjek dan predikat.

Hormat Kami
Moderator Grup Telegram Dialektika Pemikiran

Muhammad Nur Jabir