Showing posts with label Ufuk dan Ideologi. Show all posts
Showing posts with label Ufuk dan Ideologi. Show all posts

Sunday, August 9, 2015

Terminologi Ufuk dan Ideologi

Kata ufuk dalam Quran adalah kata yang sangat penting. Dalam Quran;

{سَنُرِیهِمْ آیَاتِنَا فِی الْآفَاقِ وَفِی أَنفُسِهِمْ حَتَّى یَتَبَیَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ}

(Fuşşilat):53 - Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi (Afaq) dan pada diri mereka sendiri (anfus)آ, hingga jelas bagi mereka bahwa Dia adalah Al-Haqq (The Truth).

Kata tersebut termasuk salah satu kata yang menunjukkan mukjizat Quran. Ayat ini menjelaskan, kami tunjukkan tanda-tanda kami pada Ufuk-ufuk dan pada jiwa-jiwa (anfus) kalian.

Artinya, 'anfus' itu sendiri juga 'ufuk' yang lain. Maksudnya kita memiliki 'ufuk' eksternal dan juga 'ufuk' internal. Keduanya adalah ufuk. Berdasarkan pada ayat tersebut, seseorang yang bisa menyaksikan tanda-tanda Tuhan adalah mereka yang memiliki ufuk. Manusia tanpa ufuk tak kan memahami sesuatu. Afaq adalah kata jamak dari ufuk.

Jika kita ingin memaknai ufuk secara sederhana, misalnya saat kita duduk pada tempat tertentu dan menyaksikan hamparan alam eksternal (ufuk). Dimana pun engkau saksikan, baik ke barat maupun ke timur, pandanganmu adalah ufuk dan ada batasannya. Apapun yang anda saksikan, itulah ufuk anda. Misalnya saat anda menyaksikan matahari sedang terbit atau terbenam, kemudian anda berpikir jarak antara matahari dengan tempat anda sekitar ratusan kilometer. Namun seberapa jauh anda melangkah itulah ufuk anda dan ufuk tersebut tak ada akhirnya. Maksudnya jika anda terus melangkah ke depan ke arah matahari, apakah anda akan sampai pada ufuk tersebut?

Seberapa jauh pun anda melangkah, ufuk terhampar dihadapan anda. Ufuk tetap ada namun semakin anda melangkah ke depan akan semakin luas. Inilah makna ufuk. Ufuk adalah suatu tempat dimana kita tak kan sampai pada akhirnya. Quran mengatakan anda menyaksikan tanda-tanda Tuhan di ufuk. Jelas, ufuk tersebut bukan dalam pemaknaan fisik.

Ufuk tersebut adalah ufuk pemikiran. Jika anda memiliki pemikiran, pemikiran anda akan memiliki perluasan. Namun setiap anda menerawangnya, anda tak kan sampai pada akhirnya. Ufuk pemikiran anda tak ada akhirnya. Segalanya terhampar luas dihadapan anda. Setiap anda melangkah menuju ufuk, ufuk tersebut semakin terbuka dan terbuka lagi. Pemikiran anda pun demikian halnya, anda berpikir dan pemikiran anda semakin luas. Setiap anda bergerak menuju pemikiran anda, tak kan ada akhirnya. Bahkan ufuk pemikiran akan semakin luas dan tak terhingga. Inilah maksud dari kata Afaq yang merupakan salah satu mukjizat Quran.

Manusia yang tertutup, tak memiliki ufuk dan tak kan memahami sesuatu. Namun seseorang yang memiliki ufuk akan senantiasa terbuka dan ufuknya tak berakhir. Ufuk yang tak berakhir tersebut akan memberikan keluasan hingga tak ada akhirnya. Berdasarkan hal ini, orang-orang yang memiliki ufuk memiliki keluasan dan keterbukaan.

Filsafat tak kan pernah mengajak manusia pada kejumudan dan eksklusifitas. Filsafat yang mengajak pada eksklusifitas, bukan filsafat. Mungkin saja ada yang mengatakan sebagian ajaran ideologi tak memiliki aspek keterbukaan dan cendrung eksklusif. Bahkan sebagian meyakini ideologi suatu keyakinan dusta yaitu hakikat yang dusta. Mereka mengatakan ideologi tak mungkin memiliki aspek terbuka. Sebab itu agama tidak kita anggap sebagai ideologi. Berdasarkan hal itu pula, agama adalah agama yang memiliki aspek batin. Agama pasti memiliki aspek batin yang menunjukkan ketidakterbatasan maknanya.

Jika ada ideologi yang mengajak pada ketebukaan, tentu bukan ideologi namun filsafat. Bahwa ada ideologi yang mengajak pada keterbukaan adalah suatu hal yang baru, karena keterbukaan bermakna menunjukkan sesuatu yang tak memiliki batasan tertentu.

Perlu dipahami bahwa ideologi yang kita kenal saat ini adalah suatu pemikiran yang memiliki batasan dan bingkai tertentu. Namun jika ada yang mengatakan bahwa filsafat islam dan tasawwuf adalah sebuah ideologi pemikiran islam, anggapan ini tidak berdasar dan tak beralasan. Karena tokoh seperti Mulla Sadra tak dapat dianggap sebagai seorang ideolog. Ideologi adalah suatu pemahaman yang berasal dari barat yang tak ditemukan sebelumnya dalam tradisi filsafat islam dan tasawwuf. Akan tetapi mungkin saja ada orang yang menganggap filsafat islam dan tasawwuf sebagai ideologi namun yang pasti orang tersebut hidup di era dan priode kini.

Ideologi adalah pemikiran yang memiliki bingkai dan batasan yang tak mungkin keluar dari batasan tersebut. Ideologi memiliki batasan tertentu dan sang ideolog tak mungkin keluar dari batasan yang telah di tetapkan. Ideologi tak memberikan ruang pemikiran yang lebih luas kepada manusia. Dalam Marxisme anda tak lagi berpikir dan kekuatan berpikir telah dinafikan dari anda sebab anda tak bisa lagi keluar dari batasan pemikiran Marxisme. Artinya selama anda tak mampu mengeritiknya berarti anda mesti terus berada dalam bingkai pemikirannya. Inilah alasannya mengapa Marx sendiri mengatakan, "Aku adalah Marx, namun bukan Marxisme". Marx berkata demikian sebab Marx adalah seorang filsuf. Meskipun Marxisme berasal dari Marx namun Marx tak ingin menjadi seorang ideolog. Berbeda dengan Stalin dan Lenin, keduanya adalah Marxisme. Seorang filsuf tak kan pernah rela menjadi seorang ideolog.

Disini ada pertanyaan, apakah prinsip agama tak bisa disebut sebagai ideologi? Dalam menjawab pertanyaan ini, perhatikan contoh berikut ini; tauhid salah satu prinsip utama dalam agama. Lalu apa makna tauhid? Jika anda mengatakan maknanya Tuhan itu satu, namun 'satu' manakah yang dimaksud apakah satu yang berbilang atau satu yang sejati yang tak mungkin meniscayakan dua? Jika agama sebuah ideologi dan mengatakan pada anda bahwa satu yang dimaksud adalah satu yang berbilang, tentu anda tak lagi bisa mengatakan akidahnya salah. Ideologi terkait dengan perkara yang bersifat profan. Hal yang bersifat profanlah yang bisa dianggap sebagai ideologi.

Hal yang bersifat sacred, sumbernya bukan dari profan. Ideologi meniscayakan ketidakluasan namun agama Ilahi dari sisi kedalaman tak berakhir. Berbeda dengan ideologi yang telah memiliki bingkai tertentu yang tak mungkin lagi di konsepsi tanpa bingkai tersebut.

Jalan agar manusia memiliki aspek keterbukaan adalah melalui tafakkur dan berpikir dengan baik. Seberapa banyak manusia berpikir, sebesar itulah keterbukaan yang dimilikinya. Hakikat dirinya akan terbuka dan semakin meluas sehingga hakikat wujudnya pun semakin meluas. Berdasarkan hal tersebut, semakin sempit pemikiran seseorang, semakin sempit pula eksistensi wujudnya. Kata Sokrates, ketika angin pemikiran menghempas seseorang, biasanya orang tersebut lari bersembunyi di sudut tertentu dan mencari perlindungan. Namun aku (Sokrates) akan mengusung dadaku melawan angin pemikiran tersebut.