Showing posts with label Nihilisme. Show all posts
Showing posts with label Nihilisme. Show all posts

Thursday, November 17, 2016

Korupsi itu Baik

Nihilisme itu apa?
Bahwa nilai yang kita anggap paling mulia, tak lagi memiliki nilai. Tak lagi memiliki tujuan.
Mengapa? Sebab tak lagi menemukan jawaban.

#Nietzsche

Mana yang anda pilih? Tak ada korupsi namun pembangunan tidak berjalan atau ada korupsi dan pembangunan bisa berjalan?

Bagi Fadli Zon, lebih baik ada korupsi asal pembangunan bisa berjalan.

Kira-kira apa ada yang salah dengan pernyataan anggota perwakilan rakyat kita yang terhormat Fadli Zon? Korupsi bisa ditolerir selama bisa menjadi oli pembangunan. Saya tak pernah mengerti mengapa orang seperti ini bisa duduk sebagai anggota dewan yang mulia dan terhormat.

Ungkapan Fadli Zon adalah satu bentuk ungkapan frustasi dalam melihat fenomena korupsi. Bukannya mengambil peran dalam memberantas korupsi, justru mendukung praktek korupsi yang mampu menjadi oli pembangunan.

Kita selalu bicara penistaan agama dan penistaan Qur'an, namun kita tak pernah bicara penistaan atas makna Quran. Quran dengan tegas melarang praktek korupsi, namun kita seenaknya membenarkannya, bukankah ini salah satu penistaan atas makna Quran. Bukankah Fadli Zon sebelumnya berada di front depan menyuarakan penistaan Quran? Apakah Quran hanya bentuk dan tak memiliki makna?

Tapi kita hanya terpesona pada bentuk, dan telah melupakan makna, sementara pada maknalah inti Quran. Kita hanya bisa teriak saat bentuk Quran dilecehkan, namun selalu diam saat makna Quran dilecehkan. Kita adalah orang-orang yang terperangkap pada bentuk, tak lagi tertarik pada makna. Mungkin karena kita sendiri tak lagi bermakna.

Hanya bisa bersedih saat orang-orang berbicara seenaknya, hanya karena mereka sedang berada dalam kekuasaan. Moral manakah yang kita junjung saat ini? Tapi benar, kita tak lagi punya moral sebagai nilai yang kita junjung bersama. Satu-satunya moral yang kita miliki adalah moral kepentingan, tak peduli apakah baik atau buruk, apakah korupsi itu baik atau buruk? Kita hanya membutuhkan oli pembangunan dan itulah nilai sejati yang sesungguhnya.

Pernyataan Fadli Zon menegaskan saya akan akhir dari priode kita. Kita berada di akhir periode nihilisme. Sebab dalam nihilisme, tak ada lagi nilai, karena satu nilai dihancurkan oleh nilai lainnya, dan nilai tersebut juga dihancurkan oleh nilai lainnya. Sebab itu mari kita berpesta pora atas akhir dari nurani fitrah kemanusiaan kita.

http://m.detik.com/news/berita/d-2929613/fadli-zon-korupsi-justru-jadi-oli-pembangunan?utm_source=News&utm_medium=Desktop&utm_campaign=ShareFacebook

Sunday, November 13, 2016

Keyakinan Lebih Menakutkan

Demi sebuah hakikat,
Keyakinan lebih menakutkan
daripada kebohongan.

#Nietzsche

Tak mudah memahami perkataan Nietzsche. Nalar kita sudah terbiasa dengan kaidah-kaidah yang terbangun dan tersusun dengan sangat rapi dalam benak kita. Sedangkan perkataan Nietzsche pada umumnya tidak sejalan dengan pondasi struktur logika berpikir kita. Tapi cobalah sejenak tengok fenomena sekitar kita. Sangat mudah menemukan kepongahan dan keangkuhan. Kepongahan dan keangkuhan tak  butuh pada perangkat nalar yang sistematis, sebab yang dibutuhkan hanya keberanian untuk menghancurkan siapa saja.

Fenomena bom kembali terulang dan kita tak pernah tahu kapan akan berakhir. Bom beserta pelakunya selalu saja menyisakan tanda tanya. Menyisakan arah panah akan diarahkan kemanakah selanjutnya. Sebab tugas utama pelaku bom bukan pada ledakannya, tapi pesan yang disampaikan adalah setelahnya. Sebab itu pelakunya tak pernah peduli pada mangsanya, meskipun pada akhirnya korban ledakannya adalah orang tua dan anak-anak. Meskipun taruhannya adalah mematikan nurani dan kemanusiaan, mereka tak kan pernah peduli.

Tapi fenomena ini memudahkan kita memahami pesan yang ingin disampaikan oleh Nietzsche, betapa perjuangan atas sebuah 'hakikat' dengan landasan keyakinan tertentu lebih menakutkan daripada kebohongan. Berbohong adalah kejujuran atas suatu kesalahan dalam memanipulasi kebenaran. Tapi pelaku bom tidak sedang berbohong. Ia sadar telah melakukan suatu tindakan teror. Bukankah ini lebih menakutkan karena akan menghancurkan fitrah nurani kemanusiaan kita?!

Mungkin kita sudah terbiasa menertawai keadilan. Kita lebih memilih diam dan bahkan membiarkan hanya karena pelakunya dari orang-orang yang seagama dengan kita dan korbannya adalah orang-orang yang berbeda akidah dengan kita. Meskipun kita sadar, pelakunya telah melakukan tindakan salah dan tidak sejalan dengan agama dan nurani fitrah kemanusiaan kita. Bukankah ini lebih menakutkan daripada kebohongan?!

Jadi bukan agama yang sedang diuji, tapi pemaknaan kita atas agama sedang diuji. Sebab jika kita membenarkan ketidak adilan dan kepongahan, bukan saja agama yang terancam, tapi konsep kebertuhanan kita pun terancam. Sebab jika kita membenarkan ketidak adilan atas nama agama, berarti sama saja kita membenarkan Tuhan berlaku tidak adil. Maksudnya, Tuhan yang kita pahami adalah Tuhan yang hanya bisa berlaku adil kepada kelompok kita saja dan tak mampu berlaku berlaku adil pada yang lain. Bukankah ini lebih menakutkan daripada kebohongan?!

Dengarkanlah bagaimana Rumi berdialog dengan ayahnya:

"Suatu hari seorang anak bertanya pada ayahnya,
Agama manakah yang terbaik, wahai Ayah?
Kata Ayahnya, aku tak ada urusan dengan agama.
di sisiku, agama tak lagi memiliki nilai,
sebab setiap ada agama baru,
perbedaan pun akan semakin nampak,
hasud dan fitnah pun akan semakin bermunculan,
peperangan antar aliran kembali terulang,
Darah manusia berceceran di atas bumi,
berulang dan terus berulang lagi atas nama agama,
Agama adalah yang mampu hidup bersama yang lain,
Apa guna agama yang mengatakan;
Tumpahkan darah orang-orang kafir.
Sebab itu lah aku tak lagi punya agama,
agar tak ada lagi darah yang tumpah,
Wahai Anakku, jika kau cari agama,
Carilah agama yang mengasihi
Seluruh ummat manusia".

MNJ