Showing posts with label Wittgenstein. Show all posts
Showing posts with label Wittgenstein. Show all posts

Wednesday, October 31, 2018

Wittgenstein: Filsuf Tak akan Bisa Berdusta

Saat usia remaja, Wittgenstein menghabiskan waktunya menjadi seorang guru, mengajar anak-anak sekolah dasar. Suatu ketika saat sedang mengajar, salah satu anak kelasnya berbuat ulah. Saat itu Wittgenstein kehilangan kendali, tak kuasa mengontrol emosinya. Anak itu dipukul olehnya sekeras mungkin, hingga pingsan. Wittgenstein panik dan membawa anak itu ke ruangan kepala sekolah.

Wittgenstein akhirnya diintrogasi oleh pihak berwajib. Pertanyaan demi pertanyaan diajukan kepada dirinya soal penyebab anak itu pingsan. Ia memilih mengelak dengan berbohong. Kebohongan demi kebohongan ia lakukan agar bisa bebas dari tuduhan terhadap dirinya.

Hari itu adalah hari terakhir Wittgenstein mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Dan menjadi hari pertama belajar filsafat. Lalu menyimpulkan, "seorang filsuf yang berbohong pada orang lain, bagaimana mungkin dalam memahami hakikat, jujur pada dirinya sendiri?".

Kita semua paham, pengakuan atas kelakuan buruk yang telah kita lakukan, membutuhkan keberanian. Apalagi kelakuan yang akan membuat harga diri kita, jatuh seketika. Membuat orang lain tak lagi percaya terhadap kepribadian kita. Wittgenstein kembali menyimpulkan, "pengakuan adalah jalan agar terhindar dari ketertipuan atas diri sendiri".

Bagi Wittgenstein, filsafat sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Sokrates, yaitu usaha kontemplasi pemikiran dalam menguji kejujuran atas diri sendiri. Seolah Wittgenstein ingin mengatakan kepada kita, jika kita tak belajar mengakui sebuah kebenaran, bagaimana mungkin kita bisa berbicara tentang kebenaran?

Kekhawatiran besar Wittgenstein, bukan soal menerima kesalahan dan memohon maaf pada orang lain. Persoalan utamanya adalah bagaimana kita bisa bebas dari ketertipuan atas diri sendiri, lalu beranjak untuk mengubah diri. Melalui pengakuan akan memudahkan kita sampai pada hal tersebut. Sebab dalam pengakuan kita mencoba melatih diri untuk sampai pada kesempurnaan dan kebenaran.

Melatih diri bertahun-tahun akan memberikan hasil yang berarti daripada belajar bertahun-tahun tanpa dibarengi dengan pelatihan atas diri sendiri. Sebab itu, inti filsafat adalah melatih diri agar mampu memahami makna kebenaran.