Thursday, November 3, 2022

Tafsir Sufi: Iman dan Akidah


. . . untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada).

[Q.S al-Fath (48):4]

 

Iman itu tidak satu, tapi bertingkat-tingkat. Iman memiliki derajat, setiap

orang memiliki derajat keimanannya sendiri-sendiri. Meskipun kita berada

di dalam agama dan atau bahkan aliran yang sama, tetapi derajat keimanan

tetap berbeda.

 

Jadi boleh jadi buku bacaan kita sama, tetapi derajat iman tetap berbeda.

Akidah kita sama tetapi tingkat keberimanan tetap berbeda. Justru di sini

yang menarik, sebab Quran memerintahkan kita untuk beriman, bukan

berakidah. Tak ada satu ayat pun yang menjelaskan “I’taqidu!” Berakidahlah!

Tetapi Quran mengajak kita “Aminu!” Berimanlah!

 

Jita kita hidup berdasarkan akidah dan ideologi, hidup kita akan nampak

keras, dan pada akhirnya akan merasa lelah. Jika kita hidup berdasarkan

keberimanan, hidup kita akan menjadi lembut dan akan selalu tegar.

 

Agama adalah suatu kesadaran yang senantiasa berproses dan hidup.

Agama bukan akidah melainkan keberimanan. Akidah adalah pikiran

sementara iman adalah urusan hati. Karena itu Quran tak pernah bicara

tentang akidah, tetapi berbicara tentang iman. Iman setiap saat bisa

bertambah dan terus bertambah.  Keberimanan adalah sesuatu yang

hidup di dalam diri dan senantiasa berproses.

 

Sungguh benar pesan Rasulullah saw, “Siapa yang tak punya kelembutan

dan tak punya belas kasih, sungguh orang itu dijauhkan dari kebaikan-kebaikan.”

 

 

Thursday, October 27, 2022

Tafsir Sufi: Apa yang ada di antara langit dan bumi?


Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan segala

apa yang ada DI ANTARA KEDUANYA dengan main-main.

[Q.S al-Anbiya’ (21): 16]

 

Sebagian bertanya, “Kira-kira apa maksud ‘segala apa yang ada di antara

keduanya’?” Tapi coba perhatikan manusia, bukan dari sisi fisiknya, tapi

dari sisi, manusia sebagaimana manusia, insan sebagaimana insan!

 

Benar, kita akan menyadari, manusia itu satu sisi kakinya menancap kuat

di bumi, sisi lainnya, kepalanya menjulang tinggi ke langit. Manusia adalah

penghubung antara apa yang ada di langit dengan apa yang ada di bumi.

Tentu tidak semua manusia bisa menjadi perantara langit dan bumi, sebab

bukan sisi fisiknya, tapi dari sisi insaniyahnya.

 

Jadi tak semua manusia itu Khalifah. Hanya mereka yang tahu apa-apa

yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi yang layak disebut

Khalifah.

 

Jika langit adalah alam ruh dan alam akal, bumi adalah alam inderawi dan

alam dunia, maka manusia adalah penghubung diantara keduanya. Kedua

alam itu menyatu di dalam diri manusia. Ruhnya turun dari langit dan

mata inderanya bisa memandang ke atas, lalu yang mempertemukan

keduanya adalah hati.

 

Hati adalah penghubung dua lautan, yang menyambungkan dua kehidupan.

Hati adalah jembatan apa-apa yang ada di antara keduanya. Dialah

yang menghubungkan antara yang terbatas dengan hakikat tak terbatas.

Hati bisa naik ke atas meraih berita-berita langit, juga bisa turun ke bawah

berbagi kasih dengan semua manusia.

 


Thursday, October 6, 2022

Tafsir Quran; Jalan Pembuka dan Pembuka Jalan

 

"Wal Fath"

[Q.S 110:1]

Terjemahan Wal Fath dalam ayat tersebut adalah kemenangan.

Kata Fath bisa juga bermakna membuka atau pembukaan.

 

Tuhan akan membuka jalan seorang pesuluk ketika ia telah mematahkan

ukuran-ukuran pikirannya sendiri. Ketika dia masih mengatakan,

"pikiranku, asumsiku, anggapanku" berarti Tuhan belum membukakan

jalan untuknya. Fath Ilahi belum hadir di dalam dirinya. Ia masih terasing

dengan Fath Ilahi meskipun ia telah banyak beribadah.

 

Tuhan akan membukakan jalan di saat kita menjadi "tak tahu",

yakni segala unsur nafsaniyah di dalam diri telah kita kalahkan,

pengetahuan-pengetahuan kita telah sampai pada pengakuan “tak ada

apa-apanya”.

 

Saat Tuhan memberikan kita Fath Ilahi, IlmuNya pun akan menyertai

kita, Ilmu Ilahi tak sama dengan pengetahuan-pengetahuan di dalam

pikiran. Ilmu Tuhan senantiasa hidup dan selalu hadir.

 

Sebab itu Quran menyebut Al Fath dengen kemenangan. Suatu

kemenagan yang besar. Hanya orang-orang yang mengalahkan

dirinya sendiri yang akan menerima Fath Ilahi.

 

Seorang pesuluk dalam kondisi seperti ini ibarat sebuah "dunia tanpa aku",

ia tak lagi terpenjara oleh pikiran. Ia telah tersambung dengan lautan

tak bertepi.

 

MUH. NUR. JABIR

Monday, October 3, 2022

Tafsir Quran, Makna Haji

 

Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah

melaksanakan ibadah haji ke Baitullah.

[Q.S 3:97]

 

Perjalanan menuju Haji adalah suatu perumpamaan perjalanan

menuju akhirat. Perjalanan akhirat adalah suatu perjalanan menuju

hari kebangkitan.

 

Orang-orang yang sedang berangkat menuju Baitullah, tentu

menyadari bahwa ia sedang berjalan menuju akhiratnya.

Perumpamaannya seperti orang yang sedang mendekati

sakaratul maut, ia akan memanggil orang-orang yang dicintainya

dan mengucapkan salam perpisahan padanya.

 

Sebelum berangkat Haji, ia melakukan hal yang sama, berpamitan

dengan keluarga, meninggalkan pekerjaan dan harta benda, serta

pangkat dan jabatan. Ia hanya berbekal kain putih yang melilit

tubuhnya.

 

Inti dari Haji adalah mengajarkan kita tentang bagaimana cara

berlari menuju Tuhan [Q.S 51:50]. Selama ini, saat kita punya

persoalan, kita berlari menuju manusia. Haji mengajarkan kita,

hendaknya satu-satunya tempat kita berlari hanya menuju Ilahi.

Disadari atau tidak, hanya bersama Tuhan tempat yang  kekal

dan abadi.

 

Dikisahkan, seorang Sufi selalu gemetaran dengan wajah pucat

saat mengucapkan Labbaik, Labbaikallahumma Labbaik. Muridnya

bertanya, ada apa gerangan?

 

Sang Sufi menjawab, “Labbaik seseorang ditolak Tuhan jika hartanya

bercampur dengan sesuatu yang tidak benar!”

 

MUH NUR JABIR

Sunday, September 1, 2019

"کُلٌّ اِلَینا راجِعُونَ"


[Al-'Anbyā':93 ". . . Kepada Kamilah masing-masing golongan itu akan kembali."]

Sebagian orang menyangka, kebangkitan di akhirat kelak hanya milik manusia, tapi sebenarnya tidak seperti itu. Segala sesuatu yang memiliki jiwa (baca nafs) punya kebangkitan terkhusus bagi dirinya.

Kaidahnya, "segala sesuatu akan kembali kepada asalnya." Kaidah ini adalah kaidah realitas eksistensi.

Tumbuhan dan hewan pun punya kebangkitan di akhirat kelak. "dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan." (81:5).

Dalam satu pandangan bisa dikatakan seperti ini; tubuh jisim kembali kepada energi, dari energi kembali ke jiwa (baca nafs), lalu dari jiwa kembali ke ruh, dan dari ruh kembali ke hakikat tunggal, sumber segala keberadaan; "Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan." (42:53).

Sudah menjadi kemestian memperhatikan serta menjaga hak-hak kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan seluruh kehidupan alam semesta. Jangan sampai lalai. Mereka semua tak terpisahkan dengan kehidupan kita.

Seluruh alam semesta merupakan satu rangkaian yang tunggal nan utuh. Satu sama lain saling terkait. Masa depan pertumbuhan dan perkembangan segala keberadaan berada di dalam saling keterhubungan antara yang satu dengan yang lain.

Perkembangan adalah satu proses kebersamaan. Seluruh keberadaan punya andil dalam perkembangan tersebut. Dan untuk kembali kepada ketunggalan, tiap-tiap entitas mengalami proses menjadi, dari satu tahap ke tahap yang lain; "sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)" (84:19)

Tapi satu hal yang mesti dipahami, dalam ranah sufistik, manusia mesti menjinakkan binatang yang bersembunyi di dalam diri agar seluruh sifat-sifatnya berubah menjadi sifat kelembutan. Apalagi jika kita memahami, seluruh sifat-sifat di dalam diri pada hari kemudian akan nampak dalam bentuk wujud.

Kata Maulana Rumi:

Dulu aku mineral, lalu mati kemudian menjadi tumbuhan,
Dari tumbuhan aku mati, lalu menjadi hewan,
Dari hewan aku mati lagi lalu menjadi manusia.
Lalu mengapa mesti takut mati, karena kematian tak membuat kita kekurangan apapun?
Lalu aku tergoncang kemudian aku mati dari manusia, sehingga aku membawa bulu dan sayap Malaikat.
Lalu aku melampaui malaikat, hingga aku tak lagi bisa digambarkan.