Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi
dan segala
apa yang ada DI ANTARA KEDUANYA dengan
main-main.
[Q.S al-Anbiya’ (21): 16]
Sebagian bertanya, “Kira-kira apa maksud ‘segala
apa yang ada di antara
keduanya’?” Tapi coba perhatikan manusia,
bukan dari sisi fisiknya, tapi
dari sisi, manusia sebagaimana manusia,
insan sebagaimana insan!
Benar, kita akan menyadari, manusia itu
satu sisi kakinya menancap kuat
di bumi, sisi lainnya, kepalanya menjulang
tinggi ke langit. Manusia adalah
penghubung antara apa yang ada di langit dengan
apa yang ada di bumi.
Tentu tidak semua manusia bisa menjadi
perantara langit dan bumi, sebab
bukan sisi fisiknya, tapi dari sisi insaniyahnya.
Jadi tak semua manusia itu Khalifah. Hanya
mereka yang tahu apa-apa
yang ada di langit dan apa-apa yang ada di
bumi yang layak disebut
Khalifah.
Jika langit adalah alam ruh dan alam akal,
bumi adalah alam inderawi dan
alam dunia, maka manusia adalah penghubung
diantara keduanya. Kedua
alam itu menyatu di dalam diri manusia. Ruhnya
turun dari langit dan
mata inderanya bisa memandang ke atas,
lalu yang mempertemukan
keduanya adalah hati.
Hati adalah penghubung dua lautan, yang
menyambungkan dua kehidupan.
Hati adalah jembatan apa-apa yang ada di
antara keduanya. Dialah
yang menghubungkan antara yang terbatas
dengan hakikat tak terbatas.
Hati bisa naik ke atas meraih
berita-berita langit, juga bisa turun ke bawah
berbagi kasih dengan semua manusia.