Pendahuluan
Setelah memahami bahwa manusia
memiliki dua elemen penting yaitu ruh dan badan, pembahasan selanjutnya
menjelaskan mengenai perpindahan dari alam dunia menuju alam akhirat. Apakah
ruh dan badan sama-sama pindah ke alam sana, atau ruhnya saja, atau keduanya
dengan sebuah penakwilan tertentu terhadap badan ?!
Pembahasan mengenai ma’ad pada
umumnya dapat dibagi menjadi dua bagian; eksistensi atau keniscayaan realitas
ma’ad dan bentuk perpindahan manusia di alam sana. Maksudnya apakah yang
dibangkitkan itu ruh atau badan dan atau keduanya. Sebagian besar filsuf lebih
tertarik membahas mengenai ma’ad jismani dan juga mengenai bagian pertama yaitu
eksistensi ma’ad.
Pengertian Ma’ad
Pengertian tentang ma’ad:
1. ~ Kembali ke tempat asal mula.
2. ~ Mati setelah kehidupan
dan kehidupan setelah mati.
3. ~ Penciptaan alam lain
seperti alam dunia sebagai tempat berkumpul mulai manusia pertama sampai
manusia terakhir.
4. ~ Kembalinya jiwa ke asal
mula.
5. ~ Perpindahan ruh dari
alam dunia menuju alam akhirat.
6 ~ Penyatuan jiwa
partikular pada jiwa universal.
7. ~ Kiamat adalah bangkitnya
manusia dari kuburan di alam akhirat,
yaitu ketika Tuhan hendak menimbang amal-amal manusia dan pada saat yang
sama malaikat datang secara berbaris-baris.
Seluruh definisi yang telah dikemukakan diatas menunjukkan
bahwa pengertian ma’ad ialah kembali kepada alam keabadian.
Probabilitas Terjadinya Ma’ad
Jika belum dibuktikan
kemungkinan terjadinya ma’ad atau kemungkinan hari kebangkitan, tentu
pembahasan apapun mengenai ma’ad akan sia-sia. Dalam membuktikan realitas
ma’ad, bisa melalui pembuktian adanya realitas yang serupa dengannya,
keberadaan alam dunia menunjukkan tentang kemungkinan adanya keberadaan alam
lain yang mirip dengan dunia, atau dapat pula dijelaskan melalui hirarki
realitas alam yakni hubungan antara alam yang satu dengan alam yang lain.
Karekteristik Ma’ad dan Bentuk
Realitasnya.
Berkenaan dengan ma’ad jismani,
Menurut Sadra, sebagian besar teolog, filsuf, arif, dan sufi meyakini bahwa
kebangkitan kelak adalah kebangkitan jismani sekaligus kebangkitan ruhani. Maksudnya
jiwa manusia yang immateri, setelah terpisah dengan badannya, akan kembali lagi
pada badannya yang semula. Mulla Sadra pun menyebut teorinya dengan ‘kembalinya
badan semula yang disertai dengan jiwa’. Menurut Sadra, teori ini sesuai dengan
syariat dan akal manusia. Bahkan penginkaran terhadapnya sebanding dengan
pengingkaran atas teks Quran.
Kembalinya (mu’ad) badan semula
manusia digambarkan seperti jika ada orang yang meninggal, kemudian ada arwah
lain yang melihatnya di alam sana. Arwah tersebut akan mengatakan bahwa Si
Fulan itu dulu yang ada di dunia. Pondasi pemikiran Sadra berkenaan dengan hal
ini bahwa meskipun diri manusia itu tunggal namun pada saat yang sama berada
dalam tiga alam sekaligus; alam materi, alam imajinasi (mitsal), dan alam akal.
Pada awalnya manusia itu
materi, selanjutnya dengan gerak menyempurnanya menjadi manusia barzakhi dan
perjalanan selanjutnya menjadi manusia akli dan ukhrawi. Dari tiga tingkatan
manusia tersebut memiliki badan yang satu, namun pada saat yang sama
bergradasi. Persis seperti perubahan-perubahan badan manusia dari anak-anak
hingga menginjak masa tua. Maksudnya dikarenakan identifikasi badan tersebut
pada jiwa dimana jiwa sejak semula adalah tunggal, maka badan ukhrawi adalah
badan dunia itu sendiri yang telah mengalami penyempurnaan.
Namun menurut kaum teolog, maksud
kembalinya badan semula ialah terkumpulnya kembali bagian-bagian badan yang
telah terurai. Setiap bagian-bagian badan tersebut memiliki keterkaitan dengan
jiwa tertentu dan oleh karena itu pula memiliki karekteristik tertentu pula. Jadi,
badan yang telah terurai dan tersebar sebelumnya, kembali tersusun ulang karena
Tuhan mengetahui sepenuhnya bagian-bagian dari badan tersebut. Setelah melewati
proses ini, badan akan menyatu kembali dengan ruh sehingga orang yang semula
ada di dunia kembali hadir di akhirat.
Meskipun Ibn Sina meyakini ma’ad
jismani dan ma’ad ruhani, namun ia beranggapan dalil pembuktian ma’ad jismani
itu lemah. Menurut Ibn Sina, hanya ma’ad ruhani yang bisa dibuktikan secara
argumentasi akal. Dan keyakinan terhadap ma’ad jismani hanya bisa diyakini
dengan iman melalui teks-teks suci.
Syekh Isyraq atau Suhrawardi
juga menolak kebangkitan jismani dalam pemaknaan kembalinya bagian-bagian badan
semula yang telah terurai. Namun Suhrawardi meyakini akan keberadaan badan
barzakhi. Suhrawardi meyakini, manusia akan kembali ke alam cahaya dikarenakan
jiwa cinta terhadap keberadaan sumber asalnya dan atau meninggalkan
keteruraian.
Pembuktian Ma’ad
Beberapa dalil berikut ini yang
jelaskan oleh Qur’an;
- Tuhan
itu MahaBenar dan tidak melakukan pekerjaan yang batil dan sia-sia. Proposisi
‘alam tak memiliki tujuan’ adalah proposisi yang salah. Karena itu alam
ini memiliki tujuan yaitu mendapatkan ketenangan dan kedamaian di alam
sana. Alam tersebut disebut dengan alam akhirat.
- Tuhan
MahaBijaksana. Dan Tuhan MahaBijaksana tidak berbuat sesuatu yang bertentangan
dengan hikmah dan keadilan. Demikian halnya bahwa Tuhan itu MahaAdil
sehingga Tuhan memberikan ganjaran pada siapa yang berhak. Karena di dunia
yang kita saksikan ini, tidak memberikan jaminan sepenuhnya untuk membalas
kebaikan dan kesalahan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu mesti ada
satu masa yang dapat membalas amal-amal manusia. Dan masa itu adalah hari
kiamat.
- Keniscayaan
dari rahmat Ilahi adalah mengantarkan manusia pada kesempurnaannya. Oleh
karena itu mesti ada kiamat sehingga manusia dapat menyaksikan amal perbuatannya
sendiri dan sekaligus menyampaikannya pada kesempurnaan.
- Dalam
surah Yasin ; 78 dijelaskan, Tuhan yang pada saat pertama kali menciptakan
manusia, mampu untuk menciptakan kembali manusia tersebut seperti
sediakala.
Dalil Argumentasi dari Filsuf
Mulla Sadra dalam beberapa
karyanya menyimpulkan bahwa pondasi ma’ad jismani dan ruhani ialah;
- Meskipun
karekteristik badan senantiasa berubah, namun jiwa itu tetap dan menjadi
penentu identitas personal badan. Oleh karena itu, keseluruhan badan dan jiwa
di dunia akan dibangkitkan kembali di alam akhirat.
- Wujud
adalah kebaikan dan pengetahuan terhadapnya adalah bentuk kebaikan
lainnya. Semakin sempurna wujud, semakin sempurna pula kebaikan. Oleh karena
itu, eksistensi fakultas akal lebih unggul dan kebahagiaan baginya pun
lebih besar. Kenikmatan yang dihasilkan dari persepsi-persepsi tersebut
tak dapat dibayangkan, karena akal dari sisi persepsi lebih kuat dari
persepsi indrawi. Namun kebaikan-kebaikan ini tak diperoleh selama jiwa
masih melekat dengan badan duniawinya, ketika terpisah, barulah teraktual.
- Jiwa
mampu sampai pada maqam tertentu dimana kebergantungannya pada badan
semakin sedikit dan jiwanya lebih besar tertuju pada alam lain. Kematian
akan membuat badannya terpisah dengan jiwanya. Keterpisahan ini bukan
karena ketidakmampuan jiwa dalam menjaga badannya, namun dikarenakan
secara fitrawi jiwanya lebih tertuju ke alam sana.
Syekh Isyraq
meyakini, kecintaan jiwa terhadap asal mula, lebih besar daripada kecintaan
jiwa terhadap badannya. Semakin sedikit kebergantungannya pada materi, cintanya
akan semakin besar kepada asal keberadaannya. Ketika manusia mati, badan akan
kembali ke asalnya. Tak ada kenikmatan lebih besar dari mempersepsi
kesempurnaan. Setelah manusia terpisah dari badannya, manusia akan menyaksikan
realitas yang nyata dan emanasi Ilahi akan tercurahkan untuknya.