Apakah engkau merasa dirimu hanya benda kecil?
Padahal dalam dirimu terdapat alam semesta
(Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib
as)
Insan Kamil dalam Irfan Ibn Arabi
Pendahuluan
Sebagaimana diketahui, pembahasan
irfan terdiri dari dua pembahasan inti; pertama, berkenaan dengan
tauhid. Kedua, berkenaan dengan muwahhid. Tauhid dalam irfan berkenaan
dengan pembahasan wahdatul wujud,
sedangkan yang dimaksud dengan muwahhid adalah seseorang yang telah sampai pada
maqam tauhid atau yang biasa disebut dengan insan kamil (manusia sempurna).
Pada
pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai wahdatul wujud yang merupakan
puncak tauhid dalam pandangan sufi. Menurut mereka, hakekat wujud hanya satu
yaitu wujud Al-Haqq, sedangkan selain Al-Haqq hanya manifestasi,
jelmaan, tajalli, bayangan, atau
penampakan dari nama-nama dan sifat-sifat Al-Haqq.
Dalam
tajalli, nama-nama dan sifat-sifat Al-Haqq tersebut bergradasi atau
memiliki derajat yang berbeda-beda. Sebagian nama merupakan jelmaan dari nama
tertinggi Al-Haqq dan sebagian nama merupakan jelmaan dari nama yang berada
pada tingkatan bawah. Manifestasi yang paling agung adalah manifestasi dari
nama Allah swt dikarenakan dalam nama Allah swt terkandung seluruh nama-nama
Tuhan, sebagaimana dalam surah al-isra’;110 ; Katakanlah, “ serulah
Allah dan serulah Al-Rahman, dengan nama mana saja kamu seru, hanya bagi-Nya
lah asmaul husna” . Manifestasi nama Allah swt adalah insan kamil atau
biasa juga disebut dengan Hakekah Muhammadiyah. Hal ini sesuai dengan hadits
Qudsi yang berbunyi ; jika bukan engkau wahai Muhammad maka Aku tidak
ciptakan langit dan bumi beserta seisinya.
Hakekat Insan Kamil
Diantara
wujud yang ada, hanya manusialah yang dapat menampung seluruh hakekat di dalam
dirinya, sebab dirinya merupakan manifestasi dari nama Allah swt dan nama Allah
swt terkandung seluruh nama-nama di dalam diri-Nya. Hakekat insan kamil berada
dalam seluruh tingkatan manifestasi, mulai dari alam materi, alam mitsal, alam
akal, maqam wahidiyah dan bahkan sampai pada maqam ahadiyah. Namun hanya
Rasulullah saw beserta para washinya yang mampu sampai pada maqam ahadiyah,
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah al-najm;9 ; Maka
jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau
lebih dekat (lagi). Juga dalam hadits, Rasulullah saw
bersabda; pernah satu saat diriku bersama dengan Allah swt dimana pada saat
itu, baik rasul maupun malaikat muqarrab tak dapat menyertaiku.
Dari sini, kita akan melihat bahwa
hakekat insan kamil memiliki dua aspek; aspek Ilahiyah dan aspek khalqiyah
(makhluk). Aspek Ilahiyah didalam diri insan kamil dapat ditinjau dalam beberapa hal; pertama, insan kamil
merupakan cermin dari Al-Haqq. Maksud dari cermin disini bahwa insan
kamil merupakan jelmaan dari seluruh nama-nama Ilahi. Kedua, insan kamil
tercipta berdasarkan bentuk Al-Rahman. Bentuk disini bukan bentuk dalam
pemaknaan material akan tetapi yang dimaksud dengan bentuk adalah ‘sesuatu yang
nampak pada sesuatu tersebut’, dan yang nampak dalam batin insan kamil adalah
Al-Rahman. Sedangkan yang dimaksud dengan aspek khalqiyah adalah sisi kehambaan
dan ubudiyahnya.
Aspek Ilahiyah di dalam diri insan
kamil didapatkan melalui empat tahapan perjalanan sair suluknya. Diawali dari
perjalanan dirinya menuju Al-Haqq, kemudian dari Al-Haqq menuju Al-Haqq
bersama Al-Haqq, selanjutnya dari Al-Haqq menuju al-khalq bersama
Al-Haqq, dan dari al-khalq menuju al-khalq bersama Al-Haqq.
Insan kamil atau manusia sempurna adalah mereka yang telah sampai pada
perjalanan kedua dan ketiga. Siapa saja yang berhasil suluk sampai pada
perjalanan kedua dan ketiga maka disebut dengan insan kamil.
Insan
Kamil Sebagai Khalifah
Makna dari
khalifah adalah pengganti, yaitu menggantikan posisi yang digantikan (ghaib).
Oleh karena itu, makna khalifah disini harus dimaknai dengan baik jika masih
tetap ingin dimaknai sebagai pengganti, sebab persoalannya adalah pengganti
disini bukan menggantikan yang ghaib (tidak hadir) karena Tuhan hadir dalam
segala sesuatu dan Tuhan tidak pernah tidak hadir. Maka khalifah adalah
pengganti yang menggantikan suatu wujud yang tidak pernah tidak hadir.
Berdasarkan hal ini kita akan menyimpulkan bahwa yang bisa menjadi khalifah
adalah suatu eksistensi yang memiliki keidentikan dengan Al-Haqq. keidentikan
tersebut adalah bahwa dirinya hadir dalam seluruh tingkatan manifestasi, mulai
dari alam materi hingga maqam ahadiyah,
dan hanya insan kamil saja yang hadir dalam seluruh tingkatan
manifestasi. Oleh karena itu, yang berhak menjadi khalifah adalah insan kamil.
Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa adam menjadi khalifah setelah Allah swt
mengajarkan seluruh nama-nama padanya. (al-baqarah;31)
Insan
Kamil sebagai Ruh Alam Semesta
Sebagaimana
diketahui, ruh manusia berperan sebagai pengatur (rububiyah) terhadap
badannya, baik itu disadari atau tidak, meskipun jarang manusia yang menyadari
akan hal ini. Untuk membuktikannya, cukup dengan melihat karekteristik dari
materi, dan badan manusia – jika dilihat
hanya pada badannya tanpa mengaitkan dengan ruhnya – adalah materi. Jika
asumsinya bahwa materi sebagaimana materi dapat mengatur dan merubah nutrisi
menjadi rambut, kuku, darah, dst, maka binatang, tumbuhan, dan batu pun
seharusnya memiliki karakter yang sama dengan manusia, karena semuanya berasal
dari nutrisi. Namun hal tersebut tidak terjadi karena sebagai diketahui yang mengatur hal tersebut bukan
tubuh kita yang hanya materi semata, akan tetapi yang mengatur adalah ruh kita.
Hubungan alam semesta dengan insan
kamil pun demikian halnya. Insan kamil adalah ruh sedangkan alam semesta adalah
badannya. Oleh karenanya, dalam tasawwuf atau irfan, manusia disebut sebagai
makrokosmos dan alam semesta adalah mikrokosmos. Rahasia mengapa insan kamil
adalah ruh alam semesta karena hanya insan kamil yang senantiasa eksis dalam
seluruh tingkatan tajalli. Meskipun batinnya naik ke maqam uluhiyah akan tetapi
lahirnya tetap saja ada dibumi. Maksudnya kedua aspek didalam dirinya
senantiasa terjaga; aspek Ilahiyah dan aspek ubudiyah.
Insan
Kamil sebagai Tujuan Penciptaan Alam
Pada pembahasan
sebelumnya telah dijelaskan bahwa insan kamil merupakan cermin dari seluruh
kesempurnaan Ilahiyah. Jika Tuhan ingin melihat kesempurnaan diri-Nya melalui
sebuah perantara maka dirinya akan menyaksikan kesempurnaan diri-Nya dalam
cermin dan cermin tersebut adalah Rasulullah saw. Alasan lainnya dikarenakan
insan kamil merupakan ruh alam sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dan hal
ini sesuai dengan hadits Qudsi; jika bukan engaku wahai Muhammad maka Aku
tidak ciptakan langit dan bumi beserta seisinya.
Insan
Kamil sebagai Simbol Keabadian atau Kehancuran Alam Semesta
Jika dipahami
bahwa insan kamil sebagai ruh alam semesta, maka alam semesta bergantung pada
insan kamil, baik dalam keabadiannya maupun dalam kehancurannya. Sebagaimana
badan manusia bergantung kepada ruhnya. Maksudnya selama ruh manusia masih berada dalam
tubuhnya maka tubuh tersebut memiliki kehidupan, namun disaat ruh meninggalkan
tubuhnya maka pada saat itu tubuhnya tak memiliki kehidupan sebagaimana
sebelumnya.
Terjadinya
kiamat dalam pandangan irfan adalah disaat insan kamil kembali ke maqam
uluhiyah secara totalitas. Maksudnya disaat insan kamil meninggalkan dunia ini
maka pada saat itu akan terjadi kiamat. Hal ini sesuai dengan yang ditegaskan
oleh Imam Maksumin as; jika tidak ada hujjah (insan kamil) maka bumi ini
akan hancur.
Insan
Kamil untuk Seluruh Manusia
Apakah insan
kamil ini hanya dikhususkan kepada para Rasul, Nabi, dan para Imam ? jika
bersandar pada penjelasan Al-Qur’an, maka insan kamil ini tidak hanya
dikhususkan kepada para Maksumin semata (Rasul, Nabi, dan Imam). Dalam surah
al-ahzab;72 Allah swt berfirman; “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat
kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, lalu semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan khawatir akan mengkhianatinya. Tetapi manusia (berani) memikul
amanat itu”.
Amanah dalam
ayat diatas ditawarkan kepada seluruh golongan manusia dan tidak dikhususkan
kepada golongan tertentu dari manusia. Rahasia mengapa manusia mampu menerima
amanah tersebut dikarenakan manusia memiliki dua aspek; aspek Ilahiyah dan
aspek khalqiyah sehingga manusia bisa hadir dalam seluruh manifestasi. Namun
tentunya manusia hanya bisa naik ke atas melalui berkah wilayah insan kamil,
Wilayah Muhammadi saw.