. . . untuk menambah keimanan atas
keimanan mereka (yang telah ada).
[Q.S al-Fath (48):4]
Iman itu tidak satu, tapi
bertingkat-tingkat. Iman memiliki derajat, setiap
orang memiliki derajat keimanannya sendiri-sendiri.
Meskipun kita berada
di dalam agama dan atau bahkan aliran yang
sama, tetapi derajat keimanan
tetap berbeda.
Jadi boleh jadi buku bacaan kita sama, tetapi
derajat iman tetap berbeda.
Akidah kita sama tetapi tingkat keberimanan
tetap berbeda. Justru di sini
yang menarik, sebab Quran memerintahkan
kita untuk beriman, bukan
berakidah. Tak ada satu ayat pun yang
menjelaskan “I’taqidu!” Berakidahlah!
Tetapi Quran mengajak kita “Aminu!”
Berimanlah!
Jita kita hidup berdasarkan akidah dan
ideologi, hidup kita akan nampak
keras, dan pada akhirnya akan merasa
lelah. Jika kita hidup berdasarkan
keberimanan, hidup kita akan menjadi
lembut dan akan selalu tegar.
Agama adalah suatu kesadaran yang senantiasa
berproses dan hidup.
Agama bukan akidah melainkan keberimanan. Akidah
adalah pikiran
sementara iman adalah urusan hati. Karena itu
Quran tak pernah bicara
tentang akidah, tetapi berbicara tentang iman.
Iman setiap saat bisa
bertambah dan terus bertambah. Keberimanan adalah sesuatu yang
hidup di dalam diri dan senantiasa
berproses.
Sungguh benar pesan Rasulullah saw, “Siapa
yang tak punya kelembutan
dan tak punya belas kasih, sungguh orang
itu dijauhkan dari kebaikan-kebaikan.”