Sebagaimana
dimaklumi, terdapat tiga tingkatan realitas alam yaitu alam materi, alam
mitsal, dan alam akal. Dalam terminologi irfan ketiga alam tersebut disebut
dengan alam nasut, alam malakut, dan alam jabarut. Ketiga realitas alam
tersebut masing-masing memiliki karekteristik tersendiri dan juga masing-masing
memiliki hukum tersendiri.
Alam
akal atau alam jabarut adalah alam yang tidak memiliki bentuk dan tidak
memiliki materi atau beban. Pada alam akal sama sekali tidak ditemukan
karekteristik materi. Alam akal bersifat
non-materi murni. Malaikat, ruh, dan jiwa universal berada pada alam
akal. Hakekat Jibrail adalah hakekat yang tak berbentuk karena hakekatnya
adalah ruh.
Alam
materi atau alam nasut sangat mudah kita pahami karena hampir seluruh
keseharian kita bersentuhan dengan materi. Dengan demikian karekteristiknya
juga mudah dipahami. Beberapa karekteristiknya adalah adanya gerak, memiliki
tiga dimensi, ruang, waktu, berbeban, dan tentu memiliki bentuk.
Alam
mitsal atau alam barzakh memiliki bentuk namun tidak memiliki beban dan materi.
Contoh yang paling baik dalam menggambarkan alam mitsal melalui fenomena mimpi.
Pada saat kita bermimpi, disana kita melihat bentuk-bentuk tanpa ada
karekteristik materi, seperti waktu yang merupakan karekteristik materi.
Misalnya terkadang kita bermimpi dan melihat diri kita pada saat kita masih
kecil dan kemudian berpindah pada fenomena yang lain dan melihat diri kita pada
saat remaja atau seperti sekarang ini. Oleh karena itu, alam mitsal memiliki
sebagian ciri yang ada pada alam akal dan juga memiliki ciri yang ada pada alam
materi. Dalam kata lain, alam mitsal memiliki bentuk dan bentuk ini merupakan
ciri alam materi, juga pada alam mitsal adalah alam yang tak memiliki beban dan
materi dimana tak berbeban dan tak bermateri ini merupakan ciri dari alam akal.
Disini kita akan memahami mengapa alam mitsal itu disebut dengan barzakh karena
barzakh adalah antara [diantara] dimana alam mitsal terletak diantara alam
materi dan alam akal.
Ada
satu pertanyaan kaitannya dengan pembahasan kita kali ini, mengapa para sufi
menjelaskan secara terpisah pembahasan alam mitsal ? para sufi menjelaskan alam
mitsal secara detail karena kebanyakan mukasyafah pertama kali terjadi pada
alam mitsal. Penyaksian atau mukasyafah ini bisa terjadi pada saat bermimpi dan
juga pada saat dalam kondisi terjaga. Karena mesti dipahami bahwa yang menjadi
dasar dalam irfan adalah penyaksian atau mukasyafah melalui qalbu dalam proses
suluknya, dan karena mukasyafah sering terjadi pada alam mitsal, maka para sufi
menjelaskan khusus berkenaan dengan alam mitsal ini.
Alam Mitsal Muttashil dan Munfashil
Sebagaimana
diketahui pada pemabahasan sebelumnya, terdapat tiga tingkatan alam. Para sufi
meyakini bahwa segala sesuatu di alam materi, juga memiliki realitas dirinya di
alam mitsal dan juga pada alam akal. Pada surah al-hadid;25 “. . . wa
anzalnâ al-hadid (dan kami turunkan besi) . . .” menjelaskan bahwa bahkan
besi sekalipun, selain ada pada alam materi, juga ada pada alam mitsal, dan
juga ada pada alam akal. Namun masing-masing dari besi tersebut mengikuti
karekteristik alamnya. Besi pada alam materi dengan karekteristik materi, besi
pada alam mitsal mengikuti karekteristik pada alam mitsal, dan juga besi pada
alam akal mengikuti karekteristik pada alam akal.
Manusia
pun demikian halnya, selain ada pada alam materi saat ini, juga ada pada alam
mitsal, dan juga ada pada alam akal. Namun sayangnya tirai hijab dalam diri
kita masih besar sehingga kita tidak bisa menyaksikan diri kita sendiri pada
alam mitsal dan alam akal.
Alam
mitsal yang ada di dalam diri kita disebut dengan mitsal muttashil
(tersambung). Setiap orang memiliki alam mitsal sendiri-sendiri di dalam
dirinya. Dengan alam mitsal muttashil tersebut manusia bisa menyaksikan
bentuk-bentuk pada saat dia bermimpi atau pun pada saat dia terjaga jika
dirinya telah memiliki kekuatan jiwa yang telah memadai. Selain dari alam
mitsal muttashil, ada juga yang disebut dengan alam mitsal munfashil. Alam
mitsal munfashil adalah sebuah realitas alam yang berisikan bentuk-bentuk
segala sesuatu di alam ini.
Dalam
irfan, segala sesuatunya telah ada sebelumnya pada alam akal. kemudian
diturunkan pada alam mitsal hingga pada alam materi. Bahkan segala sesuatu yang
akan terjadi dan tercipta pada masa yang akan datang di alam materi ini,
sebelumnya telah ada di alam mitsal. Jika alam mitsal muttashil seseorang telah
tersambung dengan alam mitsal munfashil, dia bisa menyaksikan fenomena-fenomena
yang pada masa yang akan datang.
Alam Mitsal Turun dan Alam Mitsal Naik
Satu
lagi pembagian pada alam mitsal adalah alam mitsal turun dan alam mitsal naik.
Berdasarkan kalimat ‘innalillahi wa innailaihi rajiun’, menunjukkan
bahwa segala sesuatu mengalami proses menurun (dari Allah swt) dan kemudian
dari alam materi kembali ke naik keatas (kembali kepada Allah swt). Berdasarkan
hal ini, alam mitsal turun berbeda dengan alam mitsal naik. Namun perbedaan ini
pada aspek zahir dan batin.
Alam
mitsal turun menjelaskan proses dari alam akal menuju alam materi. Alam mitsal
naik menjelaskan proses dari alam materi kembali menuju alamnya. Alam mitsal
naik disini sangat bergantung dengan amal perbuatannya. Semakin sempurna
dirinya maka tempat kembalinya pun semakin sempurna. Oleh karena itu alam
mitsal naik ini disyaratkan dengan tingkat amal perbuatan seseorang.
Setelah
manusia meninggal, dirinya akan kembali kepada Tuhan. Tempat yang dia tempati
setelah manusia meninggal adalah alam barzakh. Alam barzakh adalah alam
penantian sebelum terjadinya kiamat besar (kubro). Pada alam itu lah manusia
akan ditemani dengan amal perbuatannya yang dilakukan selama manusia hidup di
dunia ini.
Persepsi Indrawi Batin dan Persepsi Indrawi Zahir
Manusia
memiliki 5 persepsi indrawi dalam berhubungan dengan hal-hal yang bersifat
material. Persepsi indrawi tersebut adalah melihat, mendengar, mencium, meraba,
dan mencicipi. Kelima persepsi ini kita gunakan dalam memahami realitas alam
material. Disamping 5 persepsi indrawi yang dimiliki manusia, ada juga persepsi
lain yang disebut dengan persepsi indra bathiniyah. Dengan persepsi inilah kita
bisa menyaksikan bentuk-bentuk dialam mimpi, juga dapat mendengar pembicaraan
di alam mimpi, dapat mencicipi lezatnya makanan dan seterusnya.
Penyaksian
di alam mitsal didasarkan pada indra batin yang dimiliki manusia. Misalnya
Rasulullah saw menyaksikan malaikat Jibrail as dengan bentuk tertentu dan
memiliki 600 sayap. Terkadang juga Rasulullah saw mendengar bunyi lonceng yang
merupakan bentuk lain dari pengetahuan. Maksudnya bunyi lonceng adalah sebuah
bentuk pengetahuan itu sendiri.
Melalui
pembahasan alam mitsal ini maka kita bisa memahami bagaimana persoalan isra’
mi’raj Rasulullah saw. Dimana pada mi’raj disebutkan adanya beberapa tingkatan
langit. Pada langit pertama disaksikan Nabi Adam as. Pada langit kedua
disaksikan Nabi Isa dan Nabi Yahya as. Pada langit ketiga disaksikan Nabi Yusuf
as. Pada langit keempat Nabi Idris as. Langit kelima Nabi Harun as. Langit
keenam Nabi Musa as, dan langit ketujuh Nabi Ibrahim as. Selain hal diatas,
pada kisah isra’ mi’raj juga disaksikan bentuk-bentuk lain, seperti arsy,
kursi, dan seluruh hakekat-hakekat termasuk para anbiya.