Sunday, March 3, 2013

Alam Mitsal dan Mukasyafah (Penyaksian)


Sebagaimana dimaklumi, terdapat tiga tingkatan realitas alam yaitu alam materi, alam mitsal, dan alam akal. Dalam terminologi irfan ketiga alam tersebut disebut dengan alam nasut, alam malakut, dan alam jabarut. Ketiga realitas alam tersebut masing-masing memiliki karekteristik tersendiri dan juga masing-masing memiliki hukum tersendiri.
Alam akal atau alam jabarut adalah alam yang tidak memiliki bentuk dan tidak memiliki materi atau beban. Pada alam akal sama sekali tidak ditemukan karekteristik materi. Alam akal bersifat  non-materi murni. Malaikat, ruh, dan jiwa universal berada pada alam akal. Hakekat Jibrail adalah hakekat yang tak berbentuk karena hakekatnya adalah ruh.
Alam materi atau alam nasut sangat mudah kita pahami karena hampir seluruh keseharian kita bersentuhan dengan materi. Dengan demikian karekteristiknya juga mudah dipahami. Beberapa karekteristiknya adalah adanya gerak, memiliki tiga dimensi, ruang, waktu, berbeban, dan tentu memiliki bentuk.
Alam mitsal atau alam barzakh memiliki bentuk namun tidak memiliki beban dan materi. Contoh yang paling baik dalam menggambarkan alam mitsal melalui fenomena mimpi. Pada saat kita bermimpi, disana kita melihat bentuk-bentuk tanpa ada karekteristik materi, seperti waktu yang merupakan karekteristik materi. Misalnya terkadang kita bermimpi dan melihat diri kita pada saat kita masih kecil dan kemudian berpindah pada fenomena yang lain dan melihat diri kita pada saat remaja atau seperti sekarang ini. Oleh karena itu, alam mitsal memiliki sebagian ciri yang ada pada alam akal dan juga memiliki ciri yang ada pada alam materi. Dalam kata lain, alam mitsal memiliki bentuk dan bentuk ini merupakan ciri alam materi, juga pada alam mitsal adalah alam yang tak memiliki beban dan materi dimana tak berbeban dan tak bermateri ini merupakan ciri dari alam akal. Disini kita akan memahami mengapa alam mitsal itu disebut dengan barzakh karena barzakh adalah antara [diantara] dimana alam mitsal terletak diantara alam materi dan alam akal.
Ada satu pertanyaan kaitannya dengan pembahasan kita kali ini, mengapa para sufi menjelaskan secara terpisah pembahasan alam mitsal ? para sufi menjelaskan alam mitsal secara detail karena kebanyakan mukasyafah pertama kali terjadi pada alam mitsal. Penyaksian atau mukasyafah ini bisa terjadi pada saat bermimpi dan juga pada saat dalam kondisi terjaga. Karena mesti dipahami bahwa yang menjadi dasar dalam irfan adalah penyaksian atau mukasyafah melalui qalbu dalam proses suluknya, dan karena mukasyafah sering terjadi pada alam mitsal, maka para sufi menjelaskan khusus berkenaan dengan alam mitsal ini.
Alam Mitsal Muttashil dan Munfashil
Sebagaimana diketahui pada pemabahasan sebelumnya, terdapat tiga tingkatan alam. Para sufi meyakini bahwa segala sesuatu di alam materi, juga memiliki realitas dirinya di alam mitsal dan juga pada alam akal. Pada surah al-hadid;25 “. . . wa anzalnâ al-hadid (dan kami turunkan besi) . . .” menjelaskan bahwa bahkan besi sekalipun, selain ada pada alam materi, juga ada pada alam mitsal, dan juga ada pada alam akal. Namun masing-masing dari besi tersebut mengikuti karekteristik alamnya. Besi pada alam materi dengan karekteristik materi, besi pada alam mitsal mengikuti karekteristik pada alam mitsal, dan juga besi pada alam akal mengikuti karekteristik pada alam akal.
Manusia pun demikian halnya, selain ada pada alam materi saat ini, juga ada pada alam mitsal, dan juga ada pada alam akal. Namun sayangnya tirai hijab dalam diri kita masih besar sehingga kita tidak bisa menyaksikan diri kita sendiri pada alam mitsal dan alam akal.
Alam mitsal yang ada di dalam diri kita disebut dengan mitsal muttashil (tersambung). Setiap orang memiliki alam mitsal sendiri-sendiri di dalam dirinya. Dengan alam mitsal muttashil tersebut manusia bisa menyaksikan bentuk-bentuk pada saat dia bermimpi atau pun pada saat dia terjaga jika dirinya telah memiliki kekuatan jiwa yang telah memadai. Selain dari alam mitsal muttashil, ada juga yang disebut dengan alam mitsal munfashil. Alam mitsal munfashil adalah sebuah realitas alam yang berisikan bentuk-bentuk segala sesuatu di alam ini.
Dalam irfan, segala sesuatunya telah ada sebelumnya pada alam akal. kemudian diturunkan pada alam mitsal hingga pada alam materi. Bahkan segala sesuatu yang akan terjadi dan tercipta pada masa yang akan datang di alam materi ini, sebelumnya telah ada di alam mitsal. Jika alam mitsal muttashil seseorang telah tersambung dengan alam mitsal munfashil, dia bisa menyaksikan fenomena-fenomena yang pada masa yang akan datang.
Alam Mitsal Turun dan Alam Mitsal Naik
Satu lagi pembagian pada alam mitsal adalah alam mitsal turun dan alam mitsal naik. Berdasarkan kalimat ‘innalillahi wa innailaihi rajiun’, menunjukkan bahwa segala sesuatu mengalami proses menurun (dari Allah swt) dan kemudian dari alam materi kembali ke naik keatas (kembali kepada Allah swt). Berdasarkan hal ini, alam mitsal turun berbeda dengan alam mitsal naik. Namun perbedaan ini pada aspek zahir dan batin.
Alam mitsal turun menjelaskan proses dari alam akal menuju alam materi. Alam mitsal naik menjelaskan proses dari alam materi kembali menuju alamnya. Alam mitsal naik disini sangat bergantung dengan amal perbuatannya. Semakin sempurna dirinya maka tempat kembalinya pun semakin sempurna. Oleh karena itu alam mitsal naik ini disyaratkan dengan tingkat amal perbuatan seseorang.
Setelah manusia meninggal, dirinya akan kembali kepada Tuhan. Tempat yang dia tempati setelah manusia meninggal adalah alam barzakh. Alam barzakh adalah alam penantian sebelum terjadinya kiamat besar (kubro). Pada alam itu lah manusia akan ditemani dengan amal perbuatannya yang dilakukan selama manusia hidup di dunia ini.
Persepsi Indrawi Batin dan Persepsi Indrawi Zahir
Manusia memiliki 5 persepsi indrawi dalam berhubungan dengan hal-hal yang bersifat material. Persepsi indrawi tersebut adalah melihat, mendengar, mencium, meraba, dan mencicipi. Kelima persepsi ini kita gunakan dalam memahami realitas alam material. Disamping 5 persepsi indrawi yang dimiliki manusia, ada juga persepsi lain yang disebut dengan persepsi indra bathiniyah. Dengan persepsi inilah kita bisa menyaksikan bentuk-bentuk dialam mimpi, juga dapat mendengar pembicaraan di alam mimpi, dapat mencicipi lezatnya makanan dan seterusnya.
Penyaksian di alam mitsal didasarkan pada indra batin yang dimiliki manusia. Misalnya Rasulullah saw menyaksikan malaikat Jibrail as dengan bentuk tertentu dan memiliki 600 sayap. Terkadang juga Rasulullah saw mendengar bunyi lonceng yang merupakan bentuk lain dari pengetahuan. Maksudnya bunyi lonceng adalah sebuah bentuk pengetahuan itu sendiri.
Melalui pembahasan alam mitsal ini maka kita bisa memahami bagaimana persoalan isra’ mi’raj Rasulullah saw. Dimana pada mi’raj disebutkan adanya beberapa tingkatan langit. Pada langit pertama disaksikan Nabi Adam as. Pada langit kedua disaksikan Nabi Isa dan Nabi Yahya as. Pada langit ketiga disaksikan Nabi Yusuf as. Pada langit keempat Nabi Idris as. Langit kelima Nabi Harun as. Langit keenam Nabi Musa as, dan langit ketujuh Nabi Ibrahim as. Selain hal diatas, pada kisah isra’ mi’raj juga disaksikan bentuk-bentuk lain, seperti arsy, kursi, dan seluruh hakekat-hakekat termasuk para anbiya.   
Comments
0 Comments

0 comments: