Jika hakikat itu ada apakah pengetahuan dapat menjangkaunya? Tak ada jalan lain kecuali memulainya dengan ilmu huduri (kehadiran). Setiap persepsi dan 'subjek yang mempersepsi', dilihat dari sisi bahwa ia mempersepsi dirinya sendiri, maka sebenarnya ia memperoleh suatu hakikat yaitu hakikat dirinya sebab persepsi adalah hakikat dan wujud itu sendiri. Pengetahuan dan 'objek yang diketahui' dalam hal ini adalah satu dimana wujud dan 'persepsi ilmu huduri' tak terpisah, tak berbeda, dan tak berbilang sehingga tak bisa dikatakan diantara keduanya ada yang lebih dahulu dari yang lain sebagaimana yang terlihat dalam gagasan Descartes, 'aku berpikir maka aku ada' dimana berpikir atau persepsi mendahului eksistensinya.
Perbedaan antara pikiran dan eksistensi adalah pada konsep dimana konsep terkait dengan pengetahuan husuli (korespondensi). Oleh karena itu, sebagian dari pengetahuan dan realitas atau hakikat wujud tak mungkin diragukan. Berdasarkan hal ini pula, jika kita bisa menemukan hakikat eksistensi (meskipun sebagian dari eksistensi dan bahkan hanya diri kita saja) maka kita mampu keluar dari problem skeptisisme absolut. Pondasi argumentasi gagasan ini begitu kokoh sehingga tak mungkin ada yang meragukannya.
Disinilah rahasianya mengapa pembahasan filsafat selalu diawali dengan 'wujud'. Hal lain yang perlu dipahami bahwa apa yang ditemukan melalui ilmu huduri adalah wujud atau hakikat eksistensi dimana wujud lebih dahulu dari segala bentuk persepsi. Namun 'persepsi konsep wujud' tentu tahapannya lebih terakhir.