Dalam filsafat Plato
ada tiga dasar pemikiran penting yang menjadi ciri khas pemikirannya. Ketiga
dasar pemikiran ini selanjutnya dikritik oleh muridnya Aristoteles. Ketiga
pemikiran tersebut sebagai berikut:
Teori Idea-Idea
Menurut Plato, segala
apa yang ada di alam indrawi ini, baik itu substansi maupun aksiden, hakekatnya
terdapat di alam lain. Manusia yang ada di alam ini ibaratnya seperti
bayangan-bayangan dari hakekat-hakekat yang ada di alam sana. Misalnya seluruh
manusia yang hidup di alam indrawi ini berasal dari satu hakekat dan berasal
dari asal yang sama yaitu berasal dari alam sana. Manusia hakiki dan hakekat
manusia adalah manusia di alam sana. Begitu juga dengan entitas-entitas
lainnya.
Plato menyebut
hakekat-hakekat di alam sana dengan idea. Sebagian filsuf muslim
menerjemahkan idea ini ke dalam filsafat Islam dengan mitsal. Keseluruhan
hakekat-hakekat tersebut di alam sana disebut dengan mutsul (jamak dari
kata mitsal) oleh filsuf muslim. Ibn Sina sebagai pengikut aliran
paripatetik menolak keras teori ini sedangkan Suhrawardi sebagai pengikut
aliran iluminasi sangat fanatik teori idea ini. Mirdamad dan Mulla Sadra adalah
dua filsuf yang sangat mendukung teori ini. Namun terminologi yang mereka
gunakan berbeda dengan Plato, bahkan Suhrawardi pun menggunakan terminologi
yang berbeda dengan Plato. Salah satu filsuf lainnya yang sangat mendukung
teori ini adalah Mir Fendereski yang merupakan salah satu filsuf pada priode
dinasti Safawiyah. Berkenaan dengan teori ini Mir Fendereski menulis syair :
Bentuk di alam
bawah ini jika dengan tangga makrifat
Naiklah ke atas,
hakekat dirinya satu saja
Perkataan ini
tak kan dipahami secara lahiriyah
Meskipun anda
al-Farabi atau Ibn Sina
Ruh Manusia
Plato meyakini bahwa
ruh manusia sebelum menyatu dengan badan telah diciptakan dan berada di alam
ide. Kemudian setelah badannya tercipta, ruhnya menyatu dengan badannya. Mulla Sadra
menerima gagasan Plato mengenai keberadaan segala sesuatu sebelum turun ke alam
realitas eksistensi. Namun pendekatan serta terminologi yang digunakan Sadra
berbeda dengan Plato. Karena ada parameter lain yang digunakan dalam hal ini
yaitu terminologi ruh, nafs, dan badan jismani.
Teori Pengingatan
Kembali
Teori ini bisa dianggap
sebagai konsekwensi atau turunan dari kedua teori Plato sebelumnya. Teori ini
oleh Plato disebut dengan ‘pengingatan kembali’. Maksudnya sebelum manusia menyatu
dengan badannya di dunia, ruhnya telah diciptakan dan telah ada di alam ide. Ketika
manusia berada di alam ide, manusia telah menyaksikan segala sesuatu yang ada
di alam sana. Karena di alam ide tak ada tabir antara satu entitas dengan
entitas lainnya. oleh karenanya apa yang diketahui di alam dunia ini adalah
pengingatan kembali atas apa yang diketahui sebelumnya di alam ide. Namun ketika
ruh menyatu dengan badan, badannya menjadi hijab atau tabir sehingga ruhnya tak
lagi terkoneksi dengan cahaya di alam ide. Akibatnya manusia lupa atas apa yang
diketahui sebelumnya. Saking lupanya, ketika manusia mendapatkan pengetahuan
seolah baru pertama kali ia mendapatkan pengetahuan tersebut. Untuk keluar dari
persoalan ini, manusia mesti berusaha menghilangkan tabir atau hijab tersebut
dengan dialektika pemikiran metode rasional atau dalam pandangan Suhrawardi
berusaha meraih cinta kepada kebaikan mutlak melalui tazkiyah dan penyucian
diri.