Setiap Eid adalah Eid Qurban
Jalaluddin Rumi menakwil 'eid' atau Hari Raya sebagai jalan membuka gembok penjara sehingga orang-orang yang terpenjara mendapatkan kebebasan. Bukan hanya orang-orang yang terpenjara oleh materi, namun juga mereka yang terpenjara oleh kekuasaan, terpenjara oleh ketamakan, terpenjara oleh dengki dan hasud, dan lain-lainnya.
Karekteristik 'Eid' ialah memecahkan gembok penjara dan memecahkan cengkraman lingkaran kesesatan yakni dari penjara kezaliman, penjara keterikatan, penjara kejumudan, penjara keterasingan atas diri sendiri, penjara kesepian, serta penjara keterpisahan.
Kata Rumi;
Aku datang lagi bagai Eid agar kubuka gembok-gembok penjara,
dari cengkraman dan taring kanibal.
Orang-orang yang terpenjara di tanah akan merobek bumi. Benih-benih yang sebelumnya terjebak ditanah secara perlahan mulai menampakkan dirinya dan menjadi hijau. Dan yang lebih penting dari segalanya bahwa badan dalam pandangan sufistik adalah penjara dan 'Eid' ruh yang merobek penjara badan. Maksudnya ruh berhasil mendominasi badan dan keluar dari cengkraman badan.
Kata Rumi;
alam ini adalah penjara dan kita adalah orang-orang yang terpenjara,
runtuhkanlah penjara dan jadikan dirimu orang-orang yang bebas.
Sebab itu mati adalah Eid sehingga kematian menemukan maknanya yang baru. Sebab berada pada singgasana mendominasi bukan didominasi. Namun kematian ini bukan kematian sebagai akhir dari kehidupan akan tetapi kematian iradah dimana kematian iradah adalah Qurban itu sendiri. Berdasarkan pemaknaan ini setiap Eid adalah Eid Qurban. Mengorbankan kegelapan di singgasana istana cahaya, mengorbankan kejumudan di kaki puncak pengetahuan dan nalar.
Takdir terbaik bayangan dan kegelapan adalah menjadi quban cahaya. Sebab itu Rumi mengatakan;
musuh adalah kita sendiri dan biarkan kekasih membunuh kita,
kita tenggelam dalam lautan dan kita akan terbunuh oleh ombak.
Pengorbanan adalah karekteristik Eid. Sebab itu setiap Eid meniscayakan qurban. Kegelapan adalah qurbah cahaya, kekerdilan adalah qurban keagungan, dan kekerasan adalah qurban kasih sayang dan kelembutan.
Sebagian orang menyangka Eid adalah fenomena eksternal dan kejadian yang baru yang realitasnya berada diluar eksistensi manusia. Namun hakikatnya, Eid yang meniscayakan kebaruan, tidak terjadi diluar eksistensi manusia. Selama batin manusia tidak memberikan kebaruan, alam realitas eksternalnya pun tak akan memberikan kebaruan. Kebaruan batin adalah hasil dari proses panjang yang dibarengi dengan derita dan penderitaan.
Manusia yang tak mengalami derita dan mencicipi pahit serta tak merasakan penantian, dirinya tak akan merasakan manisnya batin kebahagiaan. Baginya, kenikmatan alam selalu saja berlalu dan tak memberikan warna baru bagi dirinya. Padahal nikmat setiap saat selalu saja baru dan baru.
Akhirnya kami segenap pengurus beserta admin Rumi Institute mengucapkan selamat Hari Raya Qurban.
Mohon maaf lahir dan batin.
Direktur Eksekutif Rumi Institute
Muhammad Nur Jabir