Wednesday, August 19, 2015

Naive Wahdatul Wujud

Wujud dalam pandangan Ibn Arabi; 1. Wujud tak dapat didefiniskan. 2. Wujud adalah hakikat tunggal. Sebab itu tidak terkait dengan univokal (musytarak maknawi) dan equivokal (muyatarak lafzi) karena hanya ada satu wujud. 3. Seluruh kesempurnaan-kesempurnaan akan kembali kepada hakikat wujud. 4. Wujud tidak bergradasi. Namun gradasi terjadi pada manifestasi (tajalli), bukan pada wujud. 5. Wujud identik dengan cahaya. 6. Wujud identik dengan ketunggalan. 7. Wujud identik dengan keniscayaan. Menurut urafa, wujud tidak terbagi pada wujud wajib dan wujud...

Monday, August 17, 2015

Apakah Heidegger seorang mistis (sufi)?

Menjawab pertanyaan tersebut sejak awal perlu ditekankan antara sufi dalam pemaknaan sesuatu yang diperoleh dari ‘pengalaman sufistik’ dengan sufi dalam pemaknaan ‘bahasa sufistik’. Heidegger tentu bukan seorang pelaku mistis atau dalam kata lain, filsafat Heidegger sedang tidak menjaskan filsafatnya sebagai hasil dari pengalaman ...

Sunday, August 16, 2015

Heidegger dan Kematian

Saat Heidegger berpikir tentang kematian, ada satu pertanyaan menarik tentang kematian yang diajukan oleh Heidegger; bagaimanakah kematian dapat menolong manusia? Menurutnya, menaruh perhatian kepada kematian dapat memberikan pandangan jernih kepada manusia. Heidegger dari satu sisi memberikan penekanan yang berbeda mengenai eksistensi bahwa ‘dasein’ (eksistensi manusia) memiliki dua tingkatan; 1. keterasingan atas eksistensi. 2.  kesadaran atas eksistensi. Pada tingkatan pertama, manusia hidup dalam dunia entitas-entitas keseharian dan asyik dalam kehidupan keseharian bahkan tenggelam di dalamnya. Ketenggelaman tersebut menghasilkan percakapan-percakapan yang tak bernilai. Pada tingkatan ini, ketertarikan manusia hanya pada bentuk-bentuk eksistensi. Namun pada tingkatan selanjutnya yaitu pada tingkatan kesadaran atas eksistensi, manusia tidak akan tenggelam dalam entitas-entitas lainnya, namun mampu melampauinya. Keberadaan-keberadaan entitas lainnya akan menakjubkan dirinya dan oleh karenanya, kehidupan dalam tingakatan ini adalah kesadaran terus menerus terhadap eksistensi. Heidegger menyebut tingkatan ini dengan ‘ontological mode’.  Tingkatan pertama adalah tingkatan kehidupan keseharian dan keterasingan dari eksistensi. Heidegger menganggap tingkatan ini tidak esensi dan tidak memberikan kesejatian manusia. Pada tingkatan ini manusia tidak merasakan tanggungjawab terhadap yang lainnya dan manusia tak dapat membangun dirinya dan dunianya. Namun ketika manusia sampai pada tingkatan kedua, segala perhatian dan pikirannya tertuju pada eksistensi. Manusia akan menemukan kehidupannya yang sejati. Pada tingkatan ini, manusia memiliki kesadaran sepenuhnya terhadap dirinya; sadar atas potensi-potensi dan juga keterbatasan-keterbatasan dirinya. Fungsi kematian pada tingkatan ini akan semakin jelas. Seseorang dengan pemikiran yang sederhana, dari tingkatan keterasingan atas eksistensi tak kan sampai pada tingkatan kesadaran atas eksistensi. Manusia mesti mengalami beberapa pengalaman tertentu sehingga mampu membangkitkan kesadaran internalnya. Setiap manusia dalam kehidupan kesehariannya pasti berhadapan dengan fenomena-fenomena yang tak mungkin dihindari dan sekaligus menggugah dirinya. Fenomena tersebutlah yang mengantarkan manusia berpikir mengenai eksistensi. Kematian dan berpikir pada kematian memiliki peran khusus sebab mampu mempersiapkan kepada manusia, kemungkinan memiliki kehidupan yang sejati dan bermakna....

Friday, August 14, 2015

Apakah Hakikat itu ada?

Jika hakikat itu ada apakah pengetahuan dapat menjangkaunya? Tak ada jalan lain kecuali memulainya dengan ilmu huduri (kehadiran). Setiap persepsi dan 'subjek yang mempersepsi', dilihat dari sisi bahwa ia mempersepsi dirinya sendiri, maka sebenarnya ia memperoleh suatu hakikat yaitu hakikat dirinya sebab persepsi adalah hakikat dan wujud itu sendiri. Pengetahuan dan 'objek yang diketahui' dalam hal ini adalah satu dimana wujud dan 'persepsi ilmu huduri' tak terpisah, tak berbeda, dan tak berbilang sehingga tak bisa dikatakan diantara keduanya ada...

Thursday, August 13, 2015

Fenomenologi Instagram

Mungkin sebagian dari kita masih ingat, dahulu betapa susahnya mendapatkan sebuah gambar foto dari kamera. Mengabadikan kenangan melalui kamera waktu itu tidak mudah. Prosesnya cukup melelahkan dan meraup kocek yang tidak sedikit. Mungkin masih ingat 'klise foto' yang dimasukkan ke dalam kamera. Klise foto berfungsi merekam gambar melalui pemotretan kamera. Setelah melakukan pemotretan, hasil gambarnya tak dapat langsung dinikmati. Klisenya mesti 'dicuci' terlebih dahulu. Terkadang ada klise foto yang terbakar atau tidak menghasilkan gambar sama...