Dan hujan pun turun. Setiap orang punya alasan, apakah memilih menjauhi derita air hujan, atau membiarkan diri diguyur keindahan air hujan. Setiap orang berhak atas dirinya dan berhak memaknai segala sesuatu yang datang pada dirinya.
Ada juga yang memilih kenangan, entah itu kenangan atas penderitaan atau kenangan atas kebahagiaan. Mungkin saja kenangan di kala orang-orang besar tak membiarkan kita bermain-main dengan hujan di masa kecil dahulu.
Orang-orang besar selalu khawatir pada anak-anak kecil. Tak membiarkan mereka bermain dan mengambil makna-makna dari setiap permainan. Orang-orang besar selalu resah dengan keresahan-keresahan yang dahulu tak pernah mereka resahkan.
Orang-orang besar merasa berhak melarang tangan-tangan kecil karena punya tangan besar, jemari yang panjang, dan kebesaran-kebesaran yang dibesar-besarkan. Sewaktu kita kecil, kita hanya tahu bahwa kita kecil dan tak punya hak atas diri kita sendiri.
Hingga sampai hari ini, hujan turun lagi, tapi dalam suasana yang tak kecil lagi, sudah dewasa memahami diri, meski terkadang masih salah memaknai.
Akhirnya kita memilih dan membiarkan diri diguyur keindahan air hujan. Keindahan atas kenangan yang tak membiarkan kita memaknai hujan di waktu kecil. Saat ini kita memaknai sepuas-puasnya makna diguyur air hujan, bahwa hari ini kita berhak memaknai diri kita sendiri.
Jadi, Saat kau jadi hujan,
Jangan pernah tanya ini rumah siapa!
Atap ini dan atap itu gak ada bedanya.
Saat kau jadi hujan,
Tak usah peduli wadahnya,
Mangkuk, cangkir, dan gelas,
sama saja.
~ Muh. Nur. Jabir ~