Tuesday, October 9, 2018

Politik dan Tafakkur

Dunia yang kita huni saat ini, bisa dibilang, hampir segala peristiwa yang terjadi di dunia ini telah menjadi peristiwa politik. Politik telah mengisi seluruh aktifitas keseharian kita. Sebab itu kita mesti berpikir lebih serius lagi mengenai politik dan juga tentang prinsip-prinsip politik yang sedang berjalan. Di adab 19 Ludwig Feuerbach pernah mengatakan, politik telah merenggut posisi agama. Bahkan politik telah merenggut segala hal. Jadi tak heran jika masyarakat berharap berbagai persoalannya terselesaikan dengan politik dan oleh para politisi. Namun apa benar politik telah menjadi poros segala hal?

Politik yang terpisah dari prinsip tafakkur akan berpotensi menjadi suatu hal yang menakutkan. Gagasan politik Plato, Aristoteles, dan umumnya filsuf klasik lainnya merupakan produk dari gagasan filsafat mereka. Filsafat menjadi pondasi dalam gagasan politik mereka. Sayangnya politik saat ini telah terpisah dari akar gagasan filosofinya. Saat berbicara politik, kita sudah tak mengerti seperti apa bangunan filosofinya.

Bukan suatu kebetulan jika ada yang mengatakan tentang “akhir ideologi” sebab ideologi dibangun atas dasar gagasan-gagasan filsafat sedangkan politik saat ini tak lagi bersandar kepada gagasan filsafat. Misalnya pondasi politik komunisme dibangun atas filsafat materialisme sejarah. Demikian halnya dengan isme-isme lainnya punya landasan filsafat dan kita mudah menemukan landasan filsafatnya. Akhir ideologi adalah akhir dari politik tanpa bangunan filsafat.

Namun kerumitan persoalan ini justru dalam menemukan relasi antara politik dan filsafat atau hubungan antara filsafat dan tafakkur.

Umumnya para ahli politik dan ekonomi berusaha menciptakan suatu gagasan ideologi sebagai paradigma alternatif dari gagasan sebelumnya. Juga terkadang seorang pemikir ingin membuktikan gagasan teoritisnya dalam wilayah praktis. Sebab itu bisa kita temukan dalam sejarah pemikiran seorang filsuf terjun langsung dalam menaikkan atau menurunkan rezim pemerintahan. Meski demikian tetap saja tak mudah menemukan relasi yang jelas antara politik dan filsafat.

Berbeda dengan Karl Popper, ia tak percaya terhadap gagasan filsafat klasik. Popper bahkan mengatakan Plato dan Hegel sebagai pendusta dan tak punya niat yang baik. Tapi apa bisa kita mengatakan pemikiran politik Plato yang hidup di abad ke 5 sebelum masehi menyebabkan Hitler berkuasa di abad 20 dan sekaligus menganggap konsep politik al-Farabi yang terpengaruh oleh Plato menyebabkan terjadinya kekerasan di dunia arab dan timur tengah? Tuduhan Popper atas mereka terlihat berlebihan.

Saat ini kita hanya bisa mengatakan bahwa ideologi seperti nasionalisme, liberalisme, sosialisme, nazisme, dan ideologi lainnya berakar dari filsafat moderen. Meskipun kita tak tahu seperti apa kaitan antara filsafat dan politik namun hal yang tak dapat dipungkiri bahwa keduanya saling terkait. Sebab itu jika kita kembali ke makna politik yang sebenarnya kita akan mengatakan bahwa politik adalah tafakkur sebagaimana makna kata asalnya. Maksudnya tak selamanya politik memiliki landasan filsafat. Namun filsafat pasti terkait dengan tafakkur sebagaimana politik yang sedang berjalan di barat saat ini berakar dari filsafat moderen.          

Comments
0 Comments

0 comments: