Arti krisis
dalam kamus besar bahasa Indonesia, selain menjelaskan keadaan yang berbahaya,
kemelut, bisa juga dimaknai sebagai, momen yang sangat menentukan di dalam
cerita atau drama, ketika situasi tiba-tiba berbahaya dan keputusan cepat harus
diambil.
Tahun-tahun
sebelumnya dan berlanjut hingga sekarang ini, kita telah banyak mengalami
krisis, gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, kekeringan, dan pembunuhan
massal. Hampir tak ada hari yang tenang untuk bercengkrama dengan keindahan
kecuali sesekali kita mengarungi jalan-jalan di pedesaan, menghirup udara
segar, dan bercengkrama dengan keindahan kepolosan wajah-wajah yang tulus.
Namun krisis
masih tetap berlanjut hingga sekarang ini dan sampai detik ini. Tak ada kata
usai dalam menghadapi krisis kehidupan sebab peristiwa krisis yang baru, datang
menyapa hampir di setiap kesendirian kita. Seolah keseharian yang kita lalui
dengan kebahagiaan sebanding dengan krisis yang menerpa kita. Namun ada satu hal
yang luput, justru inti persoalannya karena krisis datang setiap saat, datang
begitu cepat silih berganti, akhirnya menjadi terbiasa, dan sirna dari pikiran
kita.
Artinya krisis
sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan kita. Saking biasanya sehingga krisis
tak lagi menjadi sebuah krisis. Krisis hanya datang sesaat untuk menyapa dan
bersamaan dengan itu pergi dan sirna. Apa masih ada krisis jika sudah menjadi
kebiasaan?
Coba lanjutkan
krisis-krisis berikut ini, demontrasi, makanan kadaluarsa berisi cacing,
korupsi, perbedaan aliran, hoax, terorisme, kebebasan berbicara, politik,
perang sipil, tabrakan, travel umrah, dan krisis-krisis lainnya. Bukankah krisis-krisis
tersebut sudah menjadi kebiasaan? Dan kalau sudah menjadi ‘biasa’, tak kan
disebut lagi sebagai krisis.
Di antara
krisis-krisis tersebut, ada krisis yang beruntung sebab ada orang yang meriyawatkannya
dan memberitakannya. Tapi tidak semua krisis mendapatkan keberuntungan. Bahkan
boleh jadi, cara mengemas suatu peristiwa akan sangat menentukan apakah
peristiwa tersebut bisa dianggap sebagai suatu krisis atau bukan. Bahkan sebuah
fiksi sekalipun bisa menciptakan krisis sosial hingga mengancam Indonesia
bubar.
Jadi manusia
kini tidak hanya berhadapan oleh suatu peristiwa krisis tapi juga dihadapkan
dengan ‘kemasan peristiwa’ yang akan menentukan apakah peristiwa itu dianggap
sebagai suatu krisis atau bukan. Bukan hanya itu, letak peristiwa atau dimana ‘kemasan
peristiwa’ tersebut akan diproduksi, juga akan sangat menentukan. Jika ‘kemasan
peristiwa’ diproduksi di ruang-ruang debat raksasa yang ditonton jutaan
pemirsa, peristiwa itu akan benar-benar terlihat sebagai krisis.
Ada dua istilah
waktu di alam pemikiran Yunani kuno, waktu kronologi (chronos) dan waktu
kairos. Waktu kronologi adalah waktu yang dibagi menjadi jam, menit, dan detik.
Kita merencanakan kegiatan keseharian dan rencana-rencana esok hari dengan
waktu kronologi. Namun waktu kairos adalah waktu yang datang secara tiba-tiba,
tak diperhitungkan, dan tidak dinantikan.
Waktu kairos
adalah waktu yang menghentakkan benak kita secara tiba-tiba, menghentikan
kebiasaan kita dengan terpaksa, dan memberikan pertanyaan besar yang akan
mengubah kebiasaan-kebiasaan kita sebelumnya. Waktu kairos identik dengan saat
peristiwa krisis pertama kali menghampiri kehidupan kita.
Jaman ‘internet
is everything’ lebih memudahkan setiap orang menciptakan krisis karena ‘kemasan
peristiwa’ tidak hanya terkait dengan masa kini tapi sangat memungkinkan peristiwa
masa lalu diubah menjadi krisis masa kini. Seolah waktu kairos yang telah
dipaparkan ribuan tahun lalu, baru saja dipaparkan belakangan ini.
Berbagai
fenomena krisis telah mengepung kehidupan keseharian kita. Setiap saat kita
dipertemukan dengan krisis-krisis yang baru. Hal yang paling menakutkan karena
kemanusiaan kita akan terbiasa dengan krisis sehingga krisis menjadi kebiasaan
kita. Dan pada akhirnya kita mulai tak peduli dan acuh atas berbagai krisis.
Kesimpulannya,
kemanusiaan kita tak lagi memiliki empati dan tak berempati kepada kemanusiaan
kita. Artinya riwayat kemanusiaan kita telah berakhir dan menjadi pemangsa
setiap nilai-nilai kemanusiaan. Suatu bentuk kemanusiaan yang hanya mampu
melahirkan kebuasan dan keganasan.
Benar kata Leon
Trotsky, “bagi mereka yang memilih hidup tenang, seharusnya tidak dilahirkan di
abad 20”.