Sudah semestinya dan memang seharusnya politik selalu berjalan beriringan dengan kejujuran. Politik terbaik adalah politik yang dibangun di atas nilai-nilai kejujuran. Tapi memang faktanya, jauh panggang dari api, apa yang kita saksikan justru malah sebaliknya, seolah menghalalkan segala cara, sebab tujuan utama adalah memenangkan kemenangan bagaimana pun caranya.
Ilmu politik yang diajarkan dibangku kuliah, hampir-hampir tak menemukan wujud aktualnya. Politik yang dipahami sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama, nampaknya menjadi malapetaka, sebab maksud kata bersama adalah 'kelompok kita sendiri', bukan 'yang lain' yang berbeda dengan kita. Akhirnya 'kelompok kita' harus mendominasi 'kelompok lainnya'. Dan walhasil, politik berubah menjadi 'konspirasi'.
Tapi suka atau tidak, manusia adalah makhluk politik dan madani. Tak mau tahu urusan politik, juga bagian dari politik. Menjauh dari ranah politik adalah sebuah langkah politik. Jadi pertanyaannya, sejauh mana kita harus berpolitik?
Tapi yang pasti, jangan perkecil dan membatasi kehidupan ini, semata-mata sebagai dunia politik. Memaknai hidup dan kehidupan hanya dalam bingkai politik akan membuat kehidupan ini menjadi tak bermakna.
Kehidupan lebih kompleks dari urusan politik. Jika seluruh potensi manusia dikerahkan dalam urusan politik, manusia tak kan bisa memaknai arti sejati dari kebahagiaan. Bahkan jika seseorang begitu bahagia karena mampu meraih kekuasaan sekali pun, cepat atau lambat, kekuasaan tersebut harus dilepaskan.
Itu sebabnya, jika tujuan satu-satunya adalah kekuasaan, dia akan mempertaruhkan apa pun yang ia miliki, bagaimana pun caranya dan dengan cara apa pun. Dusta, fitnah, dan kebohongan akan dia lakukan. Bahkan rela melakukan hal itu semua atas nama agama.
Jadi jangan pernah lupa, jika kita menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas dan kemanusiaan, politik hanya salah satu dimensi dari kehidupan kita untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Namun membangun kehidupan yang lebih baik, baik itu untuk diri sendiri dan orang lain, bukan tugas politik semata, tapi tugas kemanusiaan kita semua.
Jadi, "politik itu untuk kehidupan, bukan kehidupan untuk politik".
Sebaiknya kita merenungi dengan khusyu' pesan Maulana Rumi;
Dia hanya seorang Darwish palsu,
tak layak diberi roti,
jangan buang tulang pada lukisan anjing,
Dia faqir pada makanan,
bukan faqir kepada Tuhan,
Jangan beri makanan pada lukisan mati
dan tak bernyawa.
Para Darwish palsu seperti ikan keramik,
bentuknya seperti ikan namun takut air,
Dia seperti ayam rumahan,
tak seperti Simurgh yang terbang bebas di angkasa,
Ayam rumahan, makan makanan lezat,
tapi luput dari makanan Inayah Ilahi,
Dia mencintai Ilahi disebabkan pemberian,
Tapi jiwanya tak mencintai kebaikan dan keindahan.
~ Muh. Nur. Jabir ~