Wal Ashri yakni Demi masa. Ada satu pertanyaan
yang menarik, Mengapa Tuhan bersumpah dengan masa? Mengapa Tuhan tidak
bersumpah atas diriNya sendiri atau atas namaNya? Sebenarnya apa yang dimaksud
dengan masa (al-Ashri). Di sini. al-Ashr berasal dari ad-Dahr yang juga terkait dengan persoalan konteks masa. Dalam hadits dijelaskan bahwa ad-Dahr merupakan salah satu dari nama Tuhan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa sebenarnya Tuhan bersumpah atas namanya sendiri. Tuhan tidak bersumpah atas sesuatu di luar
diriNya.
Salah satu hadis dari Rasulullah saw, ‘jangan pernah engkau
mencela masa, karena sesungguhnya Allah adalah ad-Dahr (Allah adalah masa itu sendiri). Maksudnya masa atau ad-Dahr adalah salah satu nama dari nama-nama Ilahi.
Coba perhatikan jam yang kita gunakan! Apakah yang
dimaksud dengan masa atau waktu di sini adalah jam? Jika kita teliti lebih
dalam, kita akan tahu bahwa masa atau waktu tak bisa dibagi di realitas
eksternal. Jika kita membagi waktu selama 24 jam, pembagian itu berdasarkan
atas pembagian kita di alam mental, demi
memudahkan kita dalam mengatur kehidupan keseharian.
Pernahkah kita tahu kapan pukul 01.00 dan tepat pukul 01.00?
Maksudnya apakah kita pernah benar-benar hadir di potongan waktu pukul 01.00?
Biasanya kita menjawab pertanyaan ini sambil melihat posisi jam yakni saat
jarum jam menunjukkan pukul 01.00. Namun soal kehadiran sebenarnya adalah hanya
terkait dengan masa sekarang ini, dan bahkan ‘sekarang’ ini tidak bisa kita
bagi, misalnya dalam rentang waktu satu menit dari detik nol (0) hingga 60
detik, lalu saya membagi dua, masing-masing menjadi 30 detik, kemudian dari 30
detik saya bagi lagi menjadi dua bagian, dan demikian selanjutnya dibagi lagi
terus menerus, dan kita tidak mungkin benar-benar berada di dalam potongan
pembagian tadi, sebab yang ada hanya masa sekarang ini, bahkan ketika saya
menyebut ‘sekarang’ itu pun sudah berlalu.
Jadi yang disebut dengan sekarang atau kehadiran dalam
realtime senantiasa diapit oleh dua hal: yaitu masa lalu dan masa datang. Yang
lalu sudah terlewati sementara masa yang akan datang belum tiba, dan dua hal
tersebut terus menerus berdampingan seperti itu dalam mengapit masa sekarang.
Masa sekarang diapit oleh yang telah berlalu dan belum terjadi.
Dengan demikian, sangat sulit memahami masa. Sulit membayangkan
kapan kita benar-benar berada di kondisi sekarang ini yakni realtime. Semua
manusia telah melewati hal yang sudah terjadi sedangkan yang akan datang belum
terjadi. Masa adalah kehadiran eksistensi kita di dalam realtime. Artinya,
Tuhan mengajarkan kepada kita agar bisa hadir di realtime sekarang ini, sehingga
kita benar-benar ada pada realtime.
Jika kita benar-benar sadar berada di masa kini, dan al-Ashr
adalah salah satu dari nama Tuhan (wal Ashri), maka kesadaran masa kini
seharusnya menjadi kesadaran bersama Tuhan. Itu sebabnya mengapa dalam ayat
selanjutnya, ‘sungguh manusia benar-benar dalam kerugian’, karena
kebanyakan manusia, apakah bersama masa lalu atau bersama yang akan datang,
apakah kesadaran kita dibangun dengan angan-angan yang belum terjadi atau
kesadaran kita adalah kesadaran yang belum ‘move on’ sehingga hidup dengan masa
lalu yang telah terjadi. Kebanyakan manusia merugi karena berada di masa lalu
atau di berada di masa yang akan datang. Islam mengajarkan kita agar senantiasa
bisa berada di realtime saat ini. Dan berada di realtime pilihannya ada dua,
apakah bersama Tuhan atau selain diriNya.
Jika kita hubungkan dengan konteks masa, seharusnya kita selalu
berzikir sehingga masa sekarang kita senantiasa bersama Tuhan. Maksudnya zikir
itu sudah seharusnya kita lantunkan terus-menerus sehingga kesadaran Ilahi tetap berada di dalam realtime. Quran
mengatakan ‘dirikanlah solat untuk mengingat-Ku’ kemudian di ayat
lain dikatakan ‘ingatlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya’ sehingga
kesadaran Ilahiah terus hadir di dalam diri kita.
Dalam surah ini Tuhan mengajarkan bahwa esensi diri yang
paling sejati adalah apa yang kita
miliki saat ini. Kesadaran kita sekarang ini seharusnya bersama Allah swt. Oleh
karena itu masa yang dimaksud bukan masa ciptaan manusia dalam sebutan jam,
karena waktu dalam pengertian jam sengaja kita ciptakan untuk mengatur ritme
kehidupan kita, sementara waktu itu bukan jam tetapi kesadaran kita untuk hadir
dalam konteks ‘sekarang’ ini.
‘Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian’,
karena memang kebanyakan kita tidak bersama Tuhan akan tetapi apakah kita
bersama masa lalu atau bersama masa yang akan datang. Kita dikuasai oleh
angan-angan kita sendiri atau kita belum bisa move on terhadap apa yang terjadi
dan itu yang mengganggu kebersaaan kita dengan Tuhan di realtime masa sekarang.
‘Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh’ maksud iman
disini adalah kesadaran secara terus-menerus. Jadi maksud pengecualian disini ‘kecuali
orang-orang yang beriman’ adalah orang-orang yang terus-menerus bersama Tuhan.
Tentu implikasi kesadaran Ilahiah adalah ‘amal sholeh’. Sebab itu Quran tidak
pernah memisahkan dua hal tersebut. Keimanan terkait dengan kesadaran dan amal
soleh terkait dengan perbuatan sehingga keduanya harus berkelindan. Kebanyakan
orang hanya mementingkan iman sedangkan yang lain hanya mementingkan amal saja.
‘Saling menasehati dalam kebenaran dan saling
menasehati dalam kesabaran’. Yang senantiasa terpanggil untuk saling
menasehati adalah yang senantiasa berada di dalam masa. Orang yang tidak
bersama Tuhan, jika memberikan suatu nasehat, nasehat itu tidak berasal dari
dalam dirinya karena orang itu tidak bersama Tuhan. Suatu nasehat tidak akan
memberikan efek jika si pemberi nasehat itu senditi tidak mengamalkannya.
Misalnya orang tua menasehati anaknya untuk sholat tetapi orang tua tersebut
tidak sholat, maka anaknya tidak akan ikut nasehat tersebut.
Dan yang menarik ialah surah ini ditutup dengan aspek
sabar, Maksudnya memiliki kesadaran terus menerus di realtime membutuhkan kesabaran
yang luar biasa karena saat berhadapan dengan suatu fenomena, kita sedang
diperhadapkan dengan tiga kesadaran; fisik, psikis, dan Ilahiyah. Dan di dalam
realtime kita, sebenarnya kesadaran manakah yang mendominasi diri kita diantara
ketiga kesadaran tersebut?!