Beragam pendekatan dalam menganalisis esensi pengetahuan. Misalnya menganalisa pengetahuan dari sisi fungsinya atau menganalisa pengetahuan dari aspek pengetahuan sebagai prihal yang bersifat partikukar serta menganalisa pengetahuan dari aspek kaitannya dengan persoalan proposisional.
Pembahasan kita terkait dengan pengetahuan dari sisi proposisional bahwa, maksud dari pengetahuan disini adalah terkait dengan relasi dari pengetahuan tersebut yaitu proposisi. Maksudnya seseorang memahami atas suatu proposisi. Oleh karena itu definisi pengetahuan disini adalah analisa atas suatu proposisi.
Misalnya kita mengetahui proposisi, "Jakarta adalah ibukota Indonesia" atau proposisi lainnya "air tersusun dari oksigen dan hidrogen".
Sebelum menjelaskan lebih jauh, sebaiknya kita membedakan antara dua bentuk pengetahuan; "mengetahui bahwa" dan "mengetahui secara deskriptif (pengetahuan deskriptif). Jenis pengetahuan "mengetahui bahwa" adalah suatu bentuk pengetahuan terhadap suatu proposisi melalui perantara "bahwa". Kata "bahwa" (that) menjadi perantara antara kata "tahu" dengan proposisi tertentu, misalnya "prakiraan cuaca tahu bahwa udara saat ini berawan". Adapun pengetahuan deskriptif adalah suatu bentuk pengetahuan yang menganalisa kandungan dari suatu proposisi dengan menganalisa antara kata "tahu" dengan kandungan yang ada pada proposisi tersebut dan juga struktur yang berperan dalam proposisi tersebut, misalnya "saya tahu meja ini berwarna coklat".
Jauh sebelumnya Plato memaparkan persoalan epistemologi dengan menganalisa sebelumnya atas standar pengetahuan. Dan persoalan ini dilanjutkan oleh para peneliti epistemologi modern dengan membatasinya pada persoalan proposisi atau analisa atas unsur-unsur proposisi. Misalnya proposisi, "suatu ini adalah seperti ini atau seperti itu". Berdasarkan hal ini pengetahuan didefinisikan dengan "true justified belief" (benar, justifikasi, dan percaya). Ketiga hal tersebut adalah unsur utama dalam pengetahuan dan sekaligus menjadi syarat utama terbentuknya pengetahuan. Masing-masing dari unsur tersebut mesti dijelaskan batasannya agar kita dapat memahami ketiga unsur tersebut sebagai syarat utama dalam pengetahuan.
a) Percaya
Istilah percaya dalam persoalan ini adalah istilah yang terkait dengan pembahasan epistemologi. Percaya atau mempercayai adalah relasi antara seseorang dengan proposisi X dimana jika tak ada relasi tersebut maka tak ada jalinan kondisi pengetahuan diantara keduanya. Kondisi pengetahuan yang dimaksud disini adalah mental. Sebab itu kondisi-kondisi mental bisa saja beragam dan oleh karenanya hanya sebagian dari jenis kondisi mental kita saja dalam berhadapan dengan suatu proposisi. Dan setiap orang mungkin saja memiliki relasi yang berbeda terhadap suatu proposisi, misalnya proposisi, "hari ini hujan". Setiap orang tidak memiliki relasi yang sama terhadap proposisi tersebut sehingga proposisi tersebut bunyinya seperti, "si fulan meyakini jika hari ini hujan turun", "si fulan sangat berharap hari ini hujan akan turun", "si fulan takut jika hari ini hujan", "si fulan sangat suka jika hari ini hujan turun". Dari seluruh contoh proposisi-proposisi tersebut kita temukan kata "berharap" dan "takut" serta "suka" yang menunjukkan satu bentuk relasi antara "si fulan" dengan proposisi "hari ini hujan". Namun mesti dipahami bentuk relasi yang terbangun antara si fulan dengan proposisi berbeda dengan persoalan percaya atau mempercayai.
Sebab itu pertanyaan selanjutnya, apakah kita bisa memiliki suatu pengetahuan terhadap proposisi X tanpa adanya kepercayaan terhadap proposisi tersebut?
Sebagian mejawabnya bahwa kita tak mungkin memiliki pengetahuan tanpa adanya kepercayaan atas proposisi tersebut. Maksudnya jika saya mengatakan bahwa saya mengetahui proposisi X maka akan melazimkan adanya suatu bentuk relasi antara seseorang dengan proposisi tersebut. Sebab itu jika diasumsikan bahwa kita mengetahui proposisi X namun pada saat yang sama kita tidak mempercayainya maka sebenarnya tak ada relasi dan tak ada jalinan kondisi mental dengan proposisi tersebut. Kelaziman dari keberadaan relasi dalam mengetahui proposisi tersebut sama dengan meniscayakan kita menerima syarat kepercayaan sebagai suatu syarat dalam membentuk pengetahuan. Karena kita tak bisa mengatakan "si fulan tahu bahwa monas di Jakarta" namun "si fulan tidak percaya bahwa monas di Jakarta". Oleh karena itu, mengetahui proposisi X melazimkan kita percaya terhadap proposisi tersebut.
b) Benar
setelah kita menjelaskan syarat percaya bahwa percaya adalah syarat dalam mengetahui, pertanyaan selanjutnya, apakah "percaya" saja cukup menjadi syarat dalam pengetahuan? sebelumnya kita mengatakan, percaya terhadap proposisi X tanda bahwa kita mengetahui proposisi tersebut. Sekarang, apakah percaya pada proposisi X berarti kita telah mengetahui proposisi tersebut? tentu jawabannya tidak, sebab kita membutuhkan syarat lain dan yang kedua, tidak semua proposisi memiliki kondisi yang sama, sebagian proposisi cukup dengan percaya namun proposisi lainnya tidak cukup dengan syarat percaya.
Sebab itu syarat lainnya adalah benar. Maksudnya proposisi X adalah proposisi benar jika realitasnya menampakkan demikian adanya. Misalnya proposisi "rumah itu dibangun hanya dalam tempo 6 bulan" adalah proposisi yang benar jika demikian adanya bahwa "rumah itu dibangun hanya dalam tempo 6 bulan". Mengapa syarat "benar" menjadi syarat yang penting ? karena mental manusia bisa percaya pada proposisi yang benar dan bisa juga percaya pada proposisi yang salah. Bahkan terkadang kita mengatakan kepercayaan yang benar dan kepercayaan yang salah. Dan oleh karena pengetahuan disebut sebagai sebuah pengetahuan jika sesuatu tersebut benar maka syarat benar menjadi syarat yang penting dan lazim.
c) Justifikasi
Sekarang kita akan melanjutkan pertanyaannya. Berdasarkan atas pembahasan sebelumnya maka "jika si fulan mengetahui proposisi X, maka ia mempercayai proposisi X yang benar tersebut". tapi apakah bisa disimpulkan bahwa si fulan telah mengetahui? Dalam kata lain, apakah syarat percaya dan benar sudah mencukupi? jawabannya negatif, maksudnya mereka menambahkan satu syarat lagi dalam persoalan pengetahuan dan syarat tersebut adalah justifikasi.
Justifikasi menjadi syarat yang paling penting dari diantara syarat-syarat tersebut, sebab meskipun seseorang percaya dan benar terhadap suatu proposisi namun jika tidak memiliki justifikasi maka bisa saja pengetahuan tersebut hanya sebagai pengetahuan yang bersifat kebetulan saja. Misalnya si fulan mengatakan tanpa ada dalil dan bukti yang jelas, sebelum permainan mengatakan "hari ini MU akan menang dalam pertandingan", dan secara kebetulan MU menang hari itu. Jadi si fulan percaya bahwa MU menang dan secara kebetulan benar, nah pertanyaannya apakah si fulan benar-benar tahu?
Dari persoalan tersebut kita memahami bahwa ada sesuatu yang kurang selain dari syarat percaya dan benar yaitu dalam persoalan justifikasi. Namun istilah justifikasi antara para pemikir tidak sama dalam menggunakannya. Sebab itu maksud justifikasi disini adalah justifikasi kaitannya dengan salah satu bagian dari syarat pengetahuan. Maksudnya justifikasi akan belaku jika ia menerima syarat percaya dan memiliki dalil yang baik dalam membenarkan kepercayaannya.
Sebab itu secara umum dapat dikatakan bahwa maksud dari syarat mengetahui adalah jika memiliki ketiga unsur tersebut yaitu truth, belief, dan justified. Maksudnya adalah "si fulan" dianggap mengetahui proposisi X jika;
1. X adalah proposisi yang benar.
2. Si Fulan percaya terhadap proposisi X
3. Si fulan percaya terhadap proposisi X dengan justifikasi yang diberikan padanya.