Dalam
Quran, hakikat manusia terletak pada ruh, bukan pada badan. Persoalan gender
adalah perkara yang berkaitan dengan badan. Ruh dan hakikat manusia tak
memiliki identitas gender. Karena itu Quran adalah guru bagi ruh-ruh manusia. Quran
tak pernah membeda-bedakan realitas manusia antara satu dengan lainnya pada
aspek ruh. Ruh adalah hakikat immateri yang tak lagi terkait dengan persoalan
gender.
Tak
heran ketika Quran berbicara mengenai persoalan tazkiyah, tazkiyah yang
dimaksud adalah tazkiyah ruh. Quran justru diturunkan untuk mengajarkan
pengetahuan dan juga tazkiyah. Berdasarkan hal ini, Islam sejak semula tidak
membagi manusia pada laki-laki dan perempuan.
Berbeda
dengan pandangan Islam, dalam pandangan barat, manusia sejak semula telah
terbedakan dari laki-laki dan perempuan. Meskipun dalam perkembangan
selanjutnya, barat sangat berusaha keras untuk menyamakan keduanya. Pembagian
tersebut dikarenakan hakikat manusia hanya dilihat dari aspek badannya saja.
Selanjutnya mereka menganggap bahwa badan laki-laki dan perempuan sangat mirip,
sehingga mereka memberlakukan hukum yang sama pada keduanya. Namun dalam Islam,
seluruh hakikat manusia pada ruh, dan badan adalah alat semata dalam menggapai
tujuannya.
Meskipun
badan dipahami hanya sebagai aksidental semata, namun badan tetap memiliki
peran dan hukum yang terkait dengannya. Namun berkaitan dengan nilai,
keunggulan, dan kemuliaan tidak disematkan pada badan, namun disematkan pada
ruh.
Tak Ada
Gender dalam Keunggulan dan Kemuliaan
Kemuliaan
atau bahkan kenistaan tidak disematkan pada gender. Karena tidak disematkan
kemuliaan dan kenistaan pada badan. Maksudnya, predikat-predikat seperti
muslim, kafir, alim, jahil, taqwa, fasiq, benar, salah, mulia, hina adalah
tidak disematkan pada badan.
Pengetahuan
dan pemikiran disematkan pada akal teori. Penyaksian (mukasyafah) dan syuhud
disematkan kepada hati. Takwa dan fasiq disematkan pada jiwa. Jadi tak satupun
dari predikat-predikat sebelumnya yang disematkan kepada badan. Begitu pula
dengan sifat-sifat lainnya seperti iradah, ikhlas, iman, sabar, tawakkal
terkait dengan fakultas akal praktis. Jika sabar tidak terkait dengan persoalan
gender, maka penyabar (orang yang sabar) tidak terkait dengan persoalan gender.
Perempuan
dan Maqam Khalifatullah
Maqam
tertinggi pada diri manusia adalah maqam khalifatullah. Jika demikian, apakah
maqam khalifatullah ini hanya diperuntukkan pada laki-laki ? atau khalifatullah
ini tidak hanya diperuntukkan bagi laki-laki saja, namun juga untuk perempuan, akan
tetapi yang mampu meraih maqam tersebut adalah hanya laki-laki saja! Atau
sebenarnya khalifatullah tidak terkait dengan gender ?
Quran
(2;30) mengatakan, ‘sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi’. Maqam khalifatullah adalah maqam insaniyah, bukan maqam
laki-laki. Pusat atau lokus pembelajaran dan pengajaran pada ruh manusia, bukan
pada badan. Yang akan menjadi seseorang itu alim adalah ruh manusia, bukan
badan, bukan laki-laki dan perempuan. Yang mengetahui asma-asma Ilahi adalah
ruh manusia, bukan badan.
Maqam
Mulia Seorang Ibu dalam Quran
Perintah-perintah
yang ada dalam Quran, terkadang perintah tersebut ditujukan pada laki-laki dan
perempuan sebagai perintah yang berlaku kepada keduanya, dan terkadang ada perintah
yang dikhususkan kepada laki-laki atau dikhususkan kepada perempuan. Misalnya
dalam Quran (31;14) Allah swt berfirman,
‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu’.
Setelah
Quran memuliakan kedua orang tua, lalu Quran berbicara secara terpisah mengenai
jerih payah yang ditanggung oleh seorang ibu, bukan seorang ayah. Allah swt
berfirman dalam Quran (46;15), ‘Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat
baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya adalah
tiga puluh bulan’.
Quran
berbicara tentang jerih payah yang ditanggung seorang ibu selama 30 bulan.
Mulai dari masa mengandung, melahirkan, hingga menyusui adalah masa yang sulit
bagi seorang ibu. Quran memaparkan hal tersebut untuk menggambarkan bagaimana bentuk
pengkhidmatan seorang ibu. Pengkhidmatan ini tidak setara dengan pengkhidmatan
seorang ayah.
Perempuan
dalam Irfan
Sebagaimana
dipahami bersama, tak ada perempuan yang membawa syariat tertentu karena syariat
merupakan aspek pelaksanaan atau implementasi. Namun mesti dipahami bahwa
setelah kenabian tasyri’i dan berakhirnya risalah tasyri’i, pintu telah
tertutup untuk semuanya, baik laki-laki atau perempuan. Karena itu setelah
Rasulullah saw, bertahun-tahun lamanya tak ada lagi risalah baru yang muncul. Oleh
karena itu, menjauhkan perempuan dari politik, sosial, budaya, dan ekonomi
dengan alasan bahwa perempuan tidak membawa syariat adalah alasan yang tidak
benar. Karena jika alasan ini dibenarkan, maka setelah berakhirnya risalah
tasyri’i maka semestinya alasan ini pun berlaku terhadap laki-laki. Disisi
lain, jika dipahami bahwa inti dari nubuwwah adalah wilayah, maka perempuan
sama sekali tidak terhalangi dalam meraih hakekat wilayah.